Kamis, 11 Februari 2010

Gus Dur, Sebenarnya Panjenengan Itu Siapa?

Hingga kini obrolan-obrolan –mulai dari yang santai sampai yang serius, di warung kopi hingga hotel, cangkruk bareng maupun forum resmi- yang mengangkat tema Gus Dur (GD) masih sering terdengar. Seakan Gus Dur adalah sosok yang tak pernah habis untuk dijadikan obyek. Dalam tubuhnya yang gemuk terkandung banyak topik. Agama, bangsa, negara, politik, seni humor, demokrasi, minoritas … Tak berlebihan jika gelar Bapak Pluralisme disematkan kepadanya.
Ada yang menyamakan GD dengan sosok semar (opini Jawa Pos, 060210). Semar merupakan refleksi dari kullu syai’ (segala sesuatu) yang selalu mempunyai muqobil (pembanding/lawan). Senang-susah, dewa-rakyat, langit-bumi. Demikian juga seperti yang diungkapkan Greg Barton dalam Biografi Gus Dur-nya. Ada yang menganggap penyematan gelar pluralisme dalam diri GD yang ‘kiai’ merupakan pelecehan. Kemudian diluruskan oleh adik GD sendiri (Gus Solah), bahwa pluralisme GD bukanlah menganggap semua agama adalah sama. Tapi pluralisme GD lebih menuju pada ranah sosial, toleransi dalam sesrawungan. Mengingat negara kita merupakan negara majemuk. Kemudian ada lagi, yang menganggap GD adalah tokoh yang sangat pantas mendapat penghargaan Guiness Book of Record karena banyaknya simpatisan & peziarah ketika beliau meninggal. Bahkan hampir menyamai presiden Mesir, Gamal Abdul Naseer yang ketika meninggal ditakziyahi hingga 4 juta orang. Begitu komentar yang diungkapkan Gus Mus, bolo plek GD.

Menyinggung tentang GD aku mau menuangkan sedikit uneg-unegku tentang almarhum. Hitung-hitung melengkapi tulisanku sebelumnya. Kini aku mulai tahu siapa sosok GD itu.

Beberapa hari yang lalu aku menyempatkan diri untuk menambah koleksi bukuku. Uang yang terkumpul di celengan sudah cukup untuk membawa pulang satu buku. Setelah cari informasi dari sana-sini tentang buku Biografi Gus Dur aku bersama Syueb pergi ke toko Almanar. Setelah membacanya ternyata tak sia-sia aku membelinya. Banyak informasi menarik tentang almarhum di buku karangan Greg Barton ini.
Walaupun aku belum merampungkan buku tebal ini, aku sudah berdecak kagum dengan isinya tentang kehidupan seorang GD. Kini baru sampai di masa ketika GD menjabat sebagai ketua PBNU.
GD muda adalah seorang enerjik & cerdas dengan kegiatan-kegiatan seabrek. Mulai dari mengajar, ceramah, menulis, hingga jualan es lilin menjadi kegiatan rutinnya selama menjalani masa-masa awal pernikahan. Sebelumnya selama proses belajar dari sekolah dasar, pesantren hingga kulliah beliau memang juga seorang aktivis. Sebagai aktivis beliau tak pernah lupa untuk selalu membaca, apa saja di mana saja. Tak heran wawasan & pengetahuannya terlampau luas untuk pemuda seusianya. Tak hanya kitab-kitab kuning pesantren, aneka buku-buku putih dari dalam maupun luar negeri banyak beliau baca. Hal ini membuatku semakin bersemangat untuk terus membaca. Tak hanya teks-teks kitab kuning dari ulama-lama zaman pertengahan yang menjadi ciri khas Lirboyo. Aku ingin seperti GD, selalu haus untuk membaca, apa saja. Karena ilmu Allah luas, lebih luas daripada berjuta-juta lembar kertas di LBM Lirboyo atau perpus, bahkan dengan dunia seisinya. Hoby membaca GD tadi semakin menyemangatiku untk tak segan-segan menambah koleksi bacaan.
Satu lagi hal yang menarik dari kehidupan GD., yaitu tak segan untuk bekerja. Baik ketika kuliah di Kairo & Baghdad maupun ketika sudah berumah tangga. Salah satu pekerjaan beliau pun termasuk pekerjaan sepele yang sering dipandang sebelah mata, jualan es lilin. Apakah ada di zaman sekrang ini, seorang cendekiawan, putra kiai, gus berkeliling menjajakan es? Weleh-weleh, benar-benar seorang yang mempunyai tekad kuat untuk selalu bertanggung jawab pada keluarga. Intinya GD tak pernah segan untuk bersusah payah walaupun predikat yang disandangnya cukup terpandang di masyarakat. Nah, bisakah aku meneladani semangat beliau ini?

Hidup di tengah lingkungan pesantren ternyata tak membuat GD tidak tertarik pada ilmu-ilmu umum lainnya. Bahkan jika kita tengok masa kecil beliau malah ilmu pesantrennya bisa dikatakan kurang. Aneka bacaan milik ayahnya -yang seorang kiai juga nasionalis- dilahapnya tiap hari. Tak jarang bacaan-bacaannya banyak dari Eropa, Belanda (yang menjajah Indonesia kala itu) & Indonesia sendiri. Tentu saja tak ketinggalan kitab-kitab kuning.
Baru setelah SMP GD lebih fokus pada ilmu-ilmu Islamnya dengan masuk ke beberapa pesantren, antara lain Krapyak, Tegalrejo & Tambakberas. Pribadi kiai mulai tercetak dalam dirinya. GD muda tak puas 'hanya' sekolah di pesantren. Oleh karenanya beliau berangkat kuliah guna melanjutkan studi & mengasah otaknya. Al Azhar menjadi singgahan pertamanya. Sayang di sini beliau tak betahan lama karena terjerat masalah kurikulum kampus. Beliau kemudian pindah ke Baghdad. Di sinilah masa-masa perkuliahan beliau hidup. Jiwa mahasiswa yang selalu ingin tahu & bersuara berkobar dalam jiwa seorang GD. Membaca kehidupannya sebagai mahasiswa membuat keinginanku untuk kuliah muncul kembali. Aneka kegiatan kampus & organisasi yang diselingi dangan kerja sambilan menjadi rutinitas. GD saja bekerja saat kuliah. Benar-benar membuat iri. Masih muda tapi sudah melanglang ke mana-mana. 4 tahun beliau menjalani kuliah d Baghdad hingga selesai. Setelah itu keinginan GD adalah melanjutkan kuliah S2-nya di Eropa. Sayang tak ada satu kampus pun di sana yang mengakui ijazah dari Baghdad. Dengan kecewa, setelah setengah tahun keliling Eropa mencari peluang kuliah, GD pulang ke tanah air.

Dari sekelumit sebagian kehidupan GD di atas tak sedikit membuat semangat terlecut. Semangat membaca, berbakti, belajar, bekerja & kuliah. Sebagai pemuda sudah pasti kita melewati hal-hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan bisakah kita memoles masa muda kita agar kelak dapat memberikan bekal di kehidupan dewasa kelak.

Tak terasa telah 40 hari kita ditinggalkan guru bangsa kita. Akan tetapi sosoknya seakan belum ikut pergi. Topik-topik obrolan & cangkrukan mengenai GD akan selalu hidup & tidak akan hilang. Karena perjuangan & gagasannya yang menjadi PR untuk kita semua harus selalu kita lestarikan.

Lirboyo, 7 – 10 Februari 2010

Tidak ada komentar: