Jumat, 16 Juli 2010

Trio Pembakar Semangat

Selama satu tahun ini dengan perpindahan kwartal hingga kini yang terakhir aku mulai tahu karakter masing-masing mustahiqku. Sistem pengajaran di sini tiap tiga bulan mustahiq yang akan mengajar, membimbing & memotivasi kami berganti sesuai dengan mustahiq kelas lain yang masih satu bagian. Bagian B diajar oleh Bpk. Muqorrobin Afandi, Bpk. Zamroji Assunan, dan Bpk. Mudaimulloh Azza. Yang bikin bangga ketiga-tiganya adalah termasuk dewan perumus LBM induk. Sayangnya selama ini aku baru bisa membanggakan saja, belum meneladani sepenuhnya.
Dulu aku masuk kelas pertaman di kelas pak Bin. Alasan waktu itu cuma satu, ada temanku, Asnawi. Aku tak mencoba saran teman-teman untuk menjajal satu per satu kelas hingga menemukan yang cocok. Pikirku toh pelajarannya sama. Padahal oleh panitia ujian masuk aku seharusnya masuk di bagian B3, pak Daim. Aku memang belum mengenal musathiq kelas 1 Tsn. Makanya kelas B1 merupakan pilihan pertama sekaligus terakhir setelah ujian masuk.
Jika disimak pak Bin dalam mengajar pelajaran lebih banyak terpaku pada teks. Tapi tetap ada motivasi & wawasan lain yang disampaikan. Pak Bin memang bidangnya bukan berpidato hingga berbusa-busa, tapi lebih pada ngaji kitab dan telatennya. Asli beliau adalah satu-satunya mustahiq bagian B yang paling rajin, telaten, sregep, dan ‘sayang’ dengan anak didiknya. Bayangkan sudah ada di depan kelas 10 menit bahkan 5 menit setelah teng lalaran berbunyi. Karenanya aku sering kena takzir karena tak bisa mendahului pak Bin berangkat sekolah & musyawarah. Beliau juga paling telaten dalam membimbing & menjaga setoran hafalan teman-teman hingga muhafadhoh kemarin. Bahkan bagi teman-teman yang belum berpredikat jayyid dalam muhafadhoh maupun setoran masih dianggap mempunyai tanggungan pada beliau. Sedangkan mustahiq lain, jangankan setoran hingga muhafadhoh, setoran rutin mingguan saja mungkin agak santai. Oleh karena sikap pak Bin yang telaten ini pak Zam kadang gojlok pak Bin sangat keibuan dalam mentarbiyah anak didiknya. Walau begitu aku sangat bersyukur mendapat mustahiq seperti beliau. Karena dengan begitu tak ada kata santai & selalu merasa disemangati. Tak salah dulu aku ikut Asnawi di kelasnya.
Begitu masuk kwartal II, B1 mendapat giliran rolling pindah ke kelas B2 dengan mustahiq dari B3, pak Daim. Kesan pertama melihat pak Daim rasanya horror banget. Bagaimana tidak, secuil senyum saja jarang tersungging di wajah beliau. Dan ternyata bukan aku saja yang merasakan euforia ini. Karena sikapnya yang kelihatan selalu tegang ini tak banyak kasus membolos di kelas kami. Tak perlu tanya macem-macem, siapa yang tidak musyawarah, tidak lalaran dan tidak-tidak yang lain. Hanya itu. Selama menjadi rois Alfiyah di kwartal ini setoran hafalan pelajaran bisa dihitung. Tapi begitu ‘interogasi’ pak Daim keluar hanya segelintir yang berdiri. Ternyata ampuh juga sikap cuek seperti ini.
Bagiku sistem pengajaran pak Daim berkebalikan dengan pak Bin. Beliau lebih banyak berbicara secara kontekstual & berbagai macam masalah aktual di luar sana dengan tetap berpatokan dengan pelajaran yang diajarkan. Bisa saja ketika menerangkan Alfiyah atau I’rob penjelasannya nyasar hingga ke ranah perpolitikan negeri ini. Tapi dengan begini aku justru merasakan semangatku bertambah. Jangan terlalu terpaku pada teks. Selain itu pak Daim juga paling jago untuk membakar himmah kami sebagai santri Lirboyo untuk masa depan, tak malu dengan predikat santri & memotivasi kami agar bisa memadukan akademik (kuliah) dengan salaf (pesantren). walau beliau sendiri sebenarnya belum pernah mengenyam bangku kuliah, aku yakin kemampuannya bisa disandingkan dengan dosen-dosen di kampus. O iya ada satu lagi ciri khas pak Daim, untuk urusan musyawarah beliau nomor satu. Musyawarah kelas, pra FQ, Fathul Qorib hingga forum-forum Bahtsul masail selalu beliau tekankan pada kami. Dan puncaknya kemarin beliau masuk ANTV karena bahtsu yang membahas rebonding. Bangga deh punya mustahiq seperti pak Daim.
Mustahiq selanjutnya untuk bagian B1 adalah pak Zam dari B2. menurutku sistem pak Zam merupakan gabungan antara kedua mustahiq sebelumnya. Penjelasannya tak pernah jauh dari kitab kuning. Tak jarang aneka ayat al Qur’an, hadits sampai maqolah dari berbagai kitab beliau utarakan. Kama qila fi… dan penjelasan pak Zam juga selalu berhubungnan dengan tasawuf, pendidikan hati. Makanya lebih terkesan sebagai wa’idh, ‘seksi’ mau’idhoh hasanah.
Gaya khas dari pak Zam adalah gojlok. Kebanyakan gojlokan ditujukan bagi teman-teman yang ‘bermasalah’. Karena digunakan untuk menyadarkan orang gojlokan-gojlokan beliau selalu berbobot & berisi. Tidak sembarang gojlok seperti pada jam’iyyah-jam’iyyah pada umumnya. Tapi karena namanya gojlokan tetap saja terasa cair & tak jarang bikin ketawa. Namun tetap membekas di hati & membuat kita berpikir. Tak salah jika di antara ketiga mustahiq kami, pak Zamlah yang paling plek, akrab dengan murid-muridnya. Bahkan kadang sampai terjadi serang-serangan gojlokan. O iya ada satu hal lagi yang khas dari pak Zam, beliau tidak pernah duduk di kursi yang disediakan selama mengajar. Sebagai gantinya teman-teman biasanya sudah menyediakan sajadah lengkap dengan bantal di dekat meja. Mungkin prinsipnya seperti pak Fata, bahwa aku belum pantas menduduki kursi guruku.

Tidak ada komentar: