Tulisan-tulisanku
walaupun tak ada yang menarik darimu
AKu selalu
tak segan tuk
bercengkrama denganmu
Kamis, 12 Maret 2009
Pesantren Manakah yang Relevan untuk Saya?
Waktu aku pergi ke Surabaya aku dapat kenalan dari UNAIR. Kami bertukar pikiran tentang kehidupan kami masing-masing, aku bercerita tentang pesantren dan dia berceloteh tentang kuliah. Dari situ aku juga diberitahu kalau dia juga punya teman dari pesantren. Katanya temannya kalau bicara bahasa Arab paling jago. Di mata masyarakat khususnya pelajar & mahasiswa santri memang dikenal sebagai seorang yang mahir dalam pelajaran bahasa Arab & agama. Bukan saja bahasa Arab, bahkan kadang bahasa asing lainnya seperti Inggris, Jepang, & Mandarin juga mereka kuasai. Akan tetapi benarkah santri di mata mereka, jika kita melihat, merasakan, & hidup sebagai santri?. Mari kita kupas satu persatu.
KuJawab benar tapi masih kurang tepat. Kenapa? Karena ada yang lebih menonjol dalam kehidupan seorang santri jika dibandingkan dengan kamampuan bahasa Arabnya. Disadari atau tidak santri-santri pesantren di Indonesia umumnya adalah seorang yang penuh dengan kesederhanaan, tawadlu', & sangat menghormati guru, orang tua, & ilmu. Maka tak heran jika satu orang santri diletakkan di masyarakat kebanyakan dapat dengan mudah mengenali identitas santrinya. Karena pola hidup santri ternyata memang agak berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Tak heran Gus Dur sampai menamai pesantren sebagai subkultur tersendiri dalam suatu mayarakat (Gus Dur, Esai-Esai Pesantren)
Islam di Indonesia adalah Islam yang dibawa oleh Walisongo & ulama-ulama lain dari Timur Tengah sana. Maka mau tak mau akulturasi budaya tak dapat dielakkan. Lihat saja Sunan Bonang, Sunan Kalijogo, Sunan Drajat, dan Sunan Kudus yang memodifikasi adat, budaya & tradisi jahiliyah masyarakat Hindu Budha di tanah Jawa menjadi tradisi Islam yang sarat dengan ajaran tauhid. Untuk memudahkan menyebarkan ajaran Islam dan mencetak generasi-generasi penerus, beliau para Walisongo juga mendirikan pesantren-pesantren. Islam dengan basis Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan Salafus Sholihin menjadi pedoman pokok pesantren-pesantren tersebut. Seiring waktu berlalu giliran generasi penerus beliau-beliau yang menggantikan melestarikan Islam di tanah Jawa. Kini dapat dijumpai banyak pesantren-pesantren di Jawa yang menganut ajaran Walisongo yang berpedoman dengan ajaran Salafus Sholihin.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang masih bertahan hingga kini. Seperti disebutkan diatas sejak zaman Walisongo pesantren sudah eksis mencetak kader-kader penerus ajaran Rasulullah SAW. Seperti yang kita ketahui pendidikan dengan kemajuan zaman adalah berbanding lurus, artinya jika zaman semakin maju, canggih, & berkembang maka sudah tentu pendidikan juga ikut berpartisipasi berkembang. Begitu pula pesantren. Dari yang dulunya hanya bertempat di surau-surau kecil kini bertempat di gedung-gedung bertingkat banyak, yang dulunya mempelajari kitab kuning kini sudah banyak pesantren yang mengimpor ilmu-ilmu dari barat, dari yang tadinya tadinya berepot-repot menenteng kitab-kitab gede kini cukup menenteng sebuah laptop berisikan paket kitab satu lemari. Itulah dinamisasi pesantren terhadap perkembangan zaman. Akan tetapi ada juga pesantren yang dari dulu hingga kini masih kukuh menjaga pendirian dari perkembangan teknologi & tetap istiqomah menjunjung tinggi sistem pengajaran Walisongo terhadap santri-santrinya dulu.
Pesantren yang mengikuti pergerakan teknologi ini biasanya dinamai dengan pesantren modern. Sebaga contoh adalah pesantren Gontor. Basis pesantren tersebut adalah pendidikan agama yang dipadukan dengan aspek-aspek modern. Seperti mengikuti sistem pendidikan sesuai kurikulum yang ditetapkan pemerintah & mencanangkan bahasa asing sebagai bahasa pokok sehari-hari. Gagasan ini –disadari atau tidak- sedikit menjauh dari pendidikan yang Walisongo terapkan. Keilmuan ilmu-ilmu agama seprti fiqh, 'alat, tasawuf dll kurang bisa berkembang di daerah ini. Tentu saja ada keunggulan dalam sistem pesantren modern ini, diantaranya santri yang lulus dari situ biasanya sudah mahir berbahasa asing & keilmu umumannya (kamsudnya ilmu sekolah umum) tinggi. Tak heran banyak lulusan pesantren modern yang kuliah di PTN-PTN yang tersebar di nusantara. Selain itu manajemen & tata organisasi dalam pesantren cenderung sangat tertata dengan baik. Trus apa lagi ya? Aku juga kurang tahu sih. Yang jelas pesantren yang kini kutempati bukanlah pesantren berbasis modern.
Pesantren Lirboyo merupakan salah satu pesantren tertua di Kediri. Resmi berdiri dengan perjuangan amat berat dari KH Manaf ( KH Abdul Karim) dan istri pada tahun 1910. Pesantren ini menganut sistem salaf sejak pertama kali berdiri. Hingga kinipun metode salaf ini tak banyak berubah. Dawuh mbah Marzuqi (penerus mbah Manaf) metode pendidikan Lirboyo tidak boleh berubah, sekalipun perlu perubahan diperlukan penyeleksian yang ketat terlebih dahulu. Al muhafadzoh `ala al qodim ash sholih wal akhdzu bi al jadid al ashlah, menjaga yang lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Inilah keunggulan Lirboyo, memegang teguh pendiriannya sejak dulu hingga kini melanglang di tengah-tengah masyarakat modern. Perlu diketahui pesantren Lirboyo terletak di daerah kotaKediri, bahkan sangat dekat dengan pusatnya. Lantas bagaimana sebenarnya sistem salaf yang digunakan Lirboyo?
Ulama salaf merupakan salah satu generasi tabi'it tabi'in, yaitu generasi yang hidup & mengikuti pengikut sahabat Rasulullah. Rasulullah bersabda bahwa inilah kurun ( generasi ) Islam terbaik. Kurun ini berakhir pada tahun 300 H. 4 imam mazhab yang menjadi mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal hidup pada zaman ini. Indonesia merupakan negara dengan bermazhab Syafi'i sebagai mayoritas. Karena para Walisongo memang pada umumnya juga bermazhab Syafi`i. Begitu pula Lirboyo. Mazhab fiqh yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Keilmuan di Lirboyo sudah dikenal di pesantren-pesantren lainnya. Seperti pada umumnya pendidikan salaf di Indonesia, Lirboyo menerapkan sistem pengajian kitab-kitab kuning dengan cara yang khas. Diantaranya sorogan & bandongan. Sorogan adalah sistem belajar di mana seorang santri membaca pelajaran dan disimak oleh seorang guru. Sang guru bertugas untuk membenarkan apabila salah & menambahi keterangan-keterangan bila perlu. Sedangkan Bandongan adalah sistem pengajaran di mana seorang guru/ustadz/kiai membaca sebuah kitab dengan disimak para santri. Adakalanya santri tersebut memberikan makna gandul pada teks-teks kitab jika perlu. Metode ini tidak diketahui secara pasti siapa pencetus pertama kali. Yang jelas aksara pegon yang menjadi syarat mutlak pengajian khas pesantren salaf pertama kali dicetuskan oleh Sunan Ampel. Mungkin saja sistem pengajaran seperti di atas juga merupakan gagasan beliau. Masih ada banyak hal-hal yang menjadi ciri khas pesantren salaf di Indonesia. Jika kubeberkan semua disini tentu akan memakan banyak ruang. Maka kucukupkan dulu sampe di sini.
Semua hal tentunya terdapat kekurangan dan keunggulannya. Begitu pula Lirboyo. Sikap masa bodoh dan susah berubah menjadi kendala berkembangnya teknologi di pesantren ini. Biasanya para santri memang cuek dengan perkembangan zaman sih. Tak jarang ada yang belum mengenal komputer bahkan televisi (ups bukan maksud merendahkan loh). Akan tetapi begitu tahu sedikit saja tentang hal-hal yang berbau luar pesantren, seorang santri dengan mudahnya mengecap dirinya sebagai orang yang paling…. (pokoknya paling). Sikap masa bodoh ini juga kadang merembet ke manajemen yang diterapkan dalam pesantren. Kadang menganggap enteng keteraturan organisasi, gak on time, dll. Di dunia ini memang tidak ada sesuatu yang sempurna sih.
Keunggulan Lirboyo dan pesantren-pesantren salaf lainnya yang tersebar seantreo nusantara adalah dapat memegang teguh amanah para penyebar Islam di nusantra. Prinsip, aqidah, pedoman dan ajaran mereka sangat terjamin sanadnya muttashil hingga Rasulullah. Walaupun kadang cuek dan terkesan ada apanya, eh apa adanya tapi di dalam jiwa dan dirinya Islam, aqidah, syari`at, dan akhlaknya sangat terjaga. Kebanyakan santri tidak mau memperlihatkan jati dirinya yang asli, hanya luarnya yang cuek yang kelihatan. Jadi santri di mata orang-orang kesannya adalah orang udik yang mudah disuruh-suruh. Padahal jiwa mulia yang diterangi ilmu-ilmu khasnya terpatri dalam hatinya. Istilah kerennya tawadlu`.
Dari sekian banyak huruf yang tertata di atas kita dapat menyimpulkan betapa kayanya khazanah Islam di Indonesia. Pesantren, yang sebagai pusat penyebaran islam sangat beragam jenisnya. Tinggal menyesuaikan kemauan, keyakinan, dan tekad kita mana yang dapat mengantarkan kita menuju ridho Sang Pencipta. Modern atau Salafkah? Kembali ke diri kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar