Selasa, 07 April 2009

Lelaki melahirkan dan Menyusui

Di zaman sekarang populasi wanita terus meningkat jika dibandingkan dengan pria. Ibu yang melahirkan perempuan lebih banyak. Tidak hanya populasi . Semua aspek di dunia ini tampaknya sudah dikuasai oleh kaum hawa. Pekerjaan, pendidikan, perdagangan, bahkan kriminalitas pun tak luput dari cengkeraman para perempuan.

Sebagai contoh ambil saja salah satu sekolah sebagai pembanding. Jika kita bandingkan jumlah lelaki dan wanita di sekolah tersebut, mulai dari murid, guru, hingga penjaga kantin, jumlah wanita akan lebih banyak. Bahkan tak jarang tugas-tugas kasar yang biasanya dilakukan oleh pak bon (tukang kebun) juga mulai diambil alih oleh perempuan. Benar-benar mengejutkan. Itu masih sekolah umum yang dibuka untuk sisa dan siswi. Perbandingannya paling tidak 3 : 1. Apalagi sekolah yang biasanya hanya dihuni oleh para sisiwi, seperti SMEA. Hampir tak ada siswa laki-laki di dalamnya. Dari perbandingan tersebut dikalikan sejumlah sekolah di kabupaten atau kota yang bersangkutan. Coba pikir, bagaimana kita tidak kewalahan laki-laki makin didesak oleh perempuan.

Ketika SMA, kelasku adalah yang termasuk didominasi oleh perempuan. Akan tetapi perbandingannya hanya 2 : 1. Bukan hanya dalam masalah jumlah, dalam segi prestasi & kerajinan pun seakan-akan hanya milik mereka. Sedangkan kami, para laki-laki sering tak mendapatkan tempat untuk duduk di deretan rangking teratas. Dan ternyata fenomena ini tidak hanya terjadi di kelasku. Ketika rapor akhir semester dibagikan, kami juga akan diberi edaran yang berisi daftar peringkat 3 besar dari masing-masing kelas. Rasanya kecewa sekali ketika tempat-tempat pertama hampir semuanya diduduki oleh perempuan. Bukan kecewa terhadap teman-teman perempuan yang mendominasi, akan tetapi kepada diri sendiri dan teman-teman laki-laki lainnya, kenapa kalah dengan perempuan? Mungkin salah kita juga merasa lebih di atas perempuan. Karena perasaan seperti itu bisa membunuh semangat kita sebagai laki-laki.

Apakah ini termasuk efek dari persamaan gender atau yang lebih tren dengan emansipasi? Mungkin saja ya. Tapi jangan sembarangan menyalahkan begitu saja emansipasi. Lantas salahkah emansipaai itu? Mari kita kupas.

Pada kodratnya semua hal mempunyai pasangan. Satu bagian saling melengkapi bagian yang lain. Karenanya tak ada yang sempurna, karena mau tak mau pasti ada pasangan untuk menyempurnakannya. Semua mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda. Begitu pula manusia yang juga diciptakan berpasangan, laki-laki dan perempuan. Masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda.

Laki-laki biasanya mempunyai fisik tegap, dada bidang dan kadang kekar. Itu sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya, yang membutuhkan tenaga dan pikiran yang lebih. Tak heran jika sosok seperti itu mampu dijadikan sebagai pemimpin. Karena seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab sehingga kemampuan pikiran dan tenaganya harus lebih dari yang dipimpin. Sedangkan perempuan cenderung berkebalikan dengan laki-laki. Tubuh langsing, kulit halus, kadang tinggi semampai. Fisik dan sifatnya tidak sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan berat yang biasa dilakukan laki-laki. Pekerjaannya cenderung ringan dan harus disertai dengan sentuhan perasaan. Seperti merawat anak dan keluarga. Jika perasaan tak diikutsertakan bisa jadi berdampak negatif pada hasil pekerjaannya.


Emansipasi merupakan suatu upaya untuk menyetarakan hak dan derajat. Di mata masyarakat emansipasi identik dengan wanita, karena memang dari dulu sering tidak mendapatkan hak yang sejajar dengan kaum lelaki. Sehingga muncullah emansipasi wanita yang di Indonesia dipelopori oleh RA Kartini, seorang ningrat dari Jepara. Beliau mencetuskan artikel-artikel dan surat dalam bahasa Belanda yang berkaitan dengan ketidakadilan perlakuan antara laki-laki dan perempuan. Mungkin saja sebelum kartini mengoarkan emansipasi sudah ada yang mendahuluinya berusaha menegakkan keadilan. Gerakan ini wajar dilakukan kaum perempuan karena memang dari dulu perempuan selalu dipandang sebelah mata saja oleh orang-orang. Padahal islam sangat menghormati perempuan. Jadi bisa dikaitkan bahwa sebenarnya gerakan emansipasi sudah lebih dahulu dikoarkan Islam. Kita pun harus turut memperjuangkannya kembali agar tak ada kesenjangan sosial diantara laki-laki dan perempuan.

Yang menjadi masalah adalah gerakan emansipasi yang berlebihan yang lebih dikenal dengan feminisme. Paham ini bukan saja menginkan persamaan hak dan derajat, juga persamaan kewajiban dan segala hal dalam kehidupan. Perilaku ini dilakukan karena selain menginginkan hak yang sama perempuan pun juga ingin menjadi sumber nafkah. Dampak dari semua itu perempuan lupa akan tugas utamanya yang mulia, menjadi ibu dan pengendali bahtera rumah tangga. Jika sudah begitu bisa-bisa kelak ada golongan wanita kuli, tukang bangunan dan kegiatan lain yang lebih melibatkan fisik. Padahal seperti yang disinggung di atas pekerjaan perempuan lebih melibatkan perasaan daripada fisik.

Seharusnya tak ada yang perlu dipermasalahkan dari kasus emansipai atau feminisme. Karena Allah Maha Adil, menciptakan laki-laki untuk perempuan dan perempuan untuk laki-laki. Semua saling melengkapi, tak ada yang sempura dan tanggung jawabnya sudah diatur sendiri-sendiri oleh Yang Maha Kuasa. Dalam kehidupan rumah tangga seorang suami bertugas mencari nafkah, membanting tulang untuk menghidupai keluarganya. Tak heran hingga ada yang rela dari pagi hingga malam bekerja demi kelangsungan hidup anak istrinya. Begitulah jika tahu akan tanggung jawab besarnya. Dia takkan seenaknya sendiri main perintah dan akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya.

Tugas utama seorang istri sebenarnya hanyalah sepele, menyenangkan suami. Hanya yang menjadi masalah, bagaimana cara menyenangkan suami? Itu kembali ke rumah tangga masing-masing. Bentuknya pun banyak sekali. Mulai melayani, merawat suami dan anaknya hingga dalam bentuk penghasilan tambahan.

Jadi sebenarnya semuanya akan selaras dan seimbang jika mengetahui tanggung jawab masing-masing. Tak usah repot-repot meneriakkan persamaan gender, feminisme, penyetaraan hak dan kewajiban dll. Karena pada hakikatnya manusia itu sama hanya tanggung jawabnya yang berbeda dan bagamana ia berusaha melaksanakannya sehingga menjadi hamba Allah yang selalu taat kepadaNya. Bukankah derajat manusia di hadapan Allah adalah sama, hanya tingkatan taqwalah yang Dia lihat.

Jika semua tak tahu tanggung jawab dan fungsi masing-masing, hanya menuntut dan menuntutlah pekerjaannya. Dan jika semua sudah saling tuntut dan memaksakan kehendaknya, jangan heran jika kelak ada wanita kekar dan brewok atau juga laki-laki melahirkan dan menyusui.

Kamar solo, 20 april 2009

Tidak ada komentar: