Minggu, 03 Mei 2009

Kullu nafsin dzaiqotul maut…
Kullu syaiin halikun illa wajhahu..
Potongan ayat yang disitir oleh Kang Din ketika mengisi acara inti pada jam’iyyah minggu lalu masih terngiang jelas. Tidak ada yang abadi kecuali Dia, sang pencipta. Semua ini adalah kepunyaanNya, maka jika sewaktu-waktu Allah berkehendak untuk mengambilnya kembali tentulah ikhlas yang harus kita tanamkan dalam hati. Harta benda, lingkungan kita, orang-orang tercinta termasuk nyawa kita sendiri.

HY berduka. Salah seorang santrinya sowan ke haribaan Ilahi. Kang Choiruddin, santri HY yang menetap di kamar Solo itu mendahului kita semua. Sore yang tenang waktu itu tiba-tiba diramaikan oleh kabar duka dari kantor. Aku yang baru bangun dari tidur siang masih belum nggagas berita paling hangat sore itu. Baru ketika mau mandi aku mendengarkan sekilas pembicaraan teman-teman di depan kamar. Kang Din kecelakaan, tangkap telingaku. Seketika kantukku hilang. Aku pun ikut nimbrung dan menyimak omongan cah-cah di teras. Ternyata Kang Din benar-benar kecelakaan, tertabrak bus. Tepatnya di daerah Ngawi ketika dalam perjalanan pulang naik sepeda motor. Dan seketika itu juga, katanya Kang Din langsung meninggal di tempat. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Raut mukaku berubah. Ya Allah baru kemarin rasanya aku nembung sorogan ke Kang Din, hari ini sudah Engkau ambil terlebih dahulu. Ya Allah tak ada yang dapat mengelak dari takdirMu.

Matahari cerah sore itu benar-benar terasa mendung dengan kabar duka dari kamar Solo. Tak ada topik obrolan yang lebih menarik daripada berita duka itu. Kang Din yang terkenal pendiam dan tawadlu’ di pondok HY berkali-kali dikenang kembali masa hidupnya dengan obrolan khas santri. Dulu aku termasuk dekat dengan almarhum, walaupun tidak seakrab teman-teman sebayanya. Kami sering sharing-sharing masalah kami masing-masing. Biasanya Kang Din tanya ini itu tentang perkembangan teknologi di luar, sedangkan aku banyak bertanya tentang hikmah-hikmah para ulama salaf dan persoalan agama yang terus menjadi kontroversi (bid’ah). Kang Din kuakui memang seseorang yang pendiam dan tawadlu’. Kata-katanya hemat dan mengena, jikapun gojlok (biasalah santri) tak banyak yang dilontarkan, selalu melaksanakan tugasnya sebagai sie wesel dengan tanggung jawab, dekat dengan teman-teman yang lebih kecil dan bertanggungjawab sebagai kakak terhadap adiknya di PPTQ. Dengan melihat kenyataan di atas tidaklah salah jika seluruh santri HY berduka. Kata Kiai kami, insya Allah Kang Din khusnul khotimah dan syahid karena meninggal masih dalam rangka menuntut ulumid din.

Semua kehilangan Kang Din. Akan tetapi hilang tetaplah hilang. Manusia tak dapat mengelak, menepis, menambah atau mengurangi takdir, takdir yang telah digariskan Allah dengan kesepakatan kita ketika berada di alam ruh sebelum lahir ke dunia dari rahim ibu kita. Bagaimanapun juga kematian tak perlu ditangisi berlebihan. Kematian merupakan cermin introspeksi kita. Bahwa, siapkah kita menjalaninya? Siapkah kita mempertanggungjawabkan amal kita? Siapkah kita menerima keputusan dari Allah kelak di Yaumul Hisab? Siapkah kita menghadap Ilahi Robbi yang Maha Abadi? Hanya kita sendiri dan Allah yang tahu.

Kematian Kang Din kemarin memberikan pelajaran berharga buatku. Betapa kematian tak pandang bulu. Malaikat Izroil tak mempunyai belas kasihan jika waktu tugasnya sudah tiba. Yang sepuh bisa meninggal, yang tua bisa meninggal, bahkan anak-anak dan bayipun bisa meninggal. Tinggal kitalah yang bisa menilai diri kita sendiri. Sudahkah siap menghadapi kematian di ujung mata? Seperti nasehat Kang Din ketika jam’iyyah minggu lalu, takziyah mempunyai hikmah yang besar. Ketika kita melihat seseorang dalam pembaringan tertutup kain kafan; ketika kita mengiring jenazah menuju pembaringan terakhir; ketika kita ikut atau melihat pemakaman; ketika kita menyaksikan bahwa sang mayit dikembalikan ke tempat asalnya, tanah; ketika gundukan tanah sudah tersusun di atas pembaringannya; itu merupakan isyarat nyata dari Allah. Bahwa kelak kita juga seperti itu. Siapkah kita menjalaninya?
Allahummaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu ya Robb. Selamat jalan Kang Din. Semoga kehidupan terakhirmu kemarin merupakan awal dari kebahagiaan abadimu di sana…

Batur, 2 Mei 2009

Tidak ada komentar: