Aku tak menyangka bahwa pesantren salaf seperti Lirboyo ini sampai kedatangan tamu sekelas Iwan Fals & organisasinya, Oi. Bang Iwan dari dulu dikenal sebagai seniman bersuara fals dengan berbagai lagu & sikapnya yang kritis membela kaum bawah.
Kedatangan Oi ke Lirboyo karena ada acara yang diadakan Oi sendiri, selain juga sowan ke mbah Kiai sepuh & masyayih. Aula Muktamar terpilih sebagai tempat pelaksanaan Munas Oi IV ini. Dengan tema Berpikir, Berkata & Berntindak untuk Oi dan Indonesia Raya munas ini dapat mengumpulkan perwakilan-perwakilan Oi dari seluruh wilayah Indonesia.
Aku kurang tahu kenapa Kediri yang menjadi tuan rumah. Awalnya aku hanya cuek, paling juga konser biasa. Ternyata tidak. Kang Tohir, kang Daris & Zaki kebetulan ikutan rembugan sehari sebelum hari H bersama panitia. Mereka mungkin dapat masuk kepanitiaan ini karena ikut pak Muttaqin yang juga aktivis Oi. Salah satu keputusannyalah yang membuatku kaget. Kang Tohir menawarkan rebana Kamar Solo untuk tampil saat penyambutan Iwan Fals. Hee, gak salah tuh? Aku hampir gak percaya. Bukankah kontras banget? Oi yang ‘apa adanya’ (sak karepe dewe) mau digabung dengan rebana. Aduh gak habis pikir deh.
Awalnya aku pesimis bisa ikut. Kalau teman-teman lain mungkin bisa saja ikut. Aku terlalu mikir macem-macem. Apa gak malu ‘ngontras’ di antara komunitas yang berbeda? Aku yang notabene masih santri baru MHM masak mau langsung ndablek gini? Terus bagaimana nanti komentar masyayikh? aku sudah gak yakin bisa ikutan tampil besok.
Sabtu paginya ada latihan dadakan. Ternyata kang Tohir tidak bercanda. Rebana Hadiningrat positif tampil dalam pembukaan munas ini. Kulihat teman-teman saat latihan ternyata kekurangan personel. Kang Juweni makaryo, Kafa & Fatah sekolah. Yang tersisa hanya Syueb, Daris, Tohir, Ulin & Lik Birin ditambah Ebi & kang Ihsan. Keadaan tersebut menuntutku untuk ikut tampil nantinya. Ternyata memang sulit banget melepaskan begitu saja bidang yang sudah aku terjuni. Apa boleh buat nanti musyawaroh izin. Kami hanya latihan sebentar.
Pukul setengah 11 tim rebana Hadiningrat berangkat ke aula Muktamar. Ada 8 personel yang diberangkatkan, semuanya ngontel. Aku & lik Bir ditugasi sebagai vokal.
Aura kontras sangat terasa ketika kami masuk gerbang aula. Orang-orang berkaos oblong (mayoritas hitam), celana jins & kadang badan kurang terawat banyak berlalulalang. Sedangkan kami berbaju koko, bersarung & berkopyah. Aku merasa asing di sini. Seakan sekat di Lirboyo menjadi kelihatan. Di dalam aula para Oi berkumpul pating sliwer di luarnya para santri asyik bermusyawarah.
Aku baru kali ini masuk ke belakang panggung aula. Terdapat beberapa ruangan, biasanya untuk sekretariat. Mulai dari persiapan sebelum tampil, ruang tamu dll. Dan setelah kupikir lebih lanjut ini adalah kali pertama aku tampil di aula Muktamar. Wah, gak nyangka banget kan? Penampilan perdana di aula malah pada saat acara dari non-pesanten (bukan acara-acara islam). Dari pintu pojok ruangan ini kami bisa melihat suasana acara. Bahkan aku bisa melihat jelas bang Iwan saat ngisi sambutan. Kapan lagi mendpat kesempatan langka seperti ini?
Setelah beberapa sambutan mengisi acara, giliran kami unjuk gigi. Kami lewat tangga depan ketika kami dipanggil. Dari atas panggung semua terlihat jelas. Wong yes-yes duduk di deretan depan. Diantaranya pak Syamsul ( walikota kediri), bang Iwan, pak Taqin, cak Khan, dll. Kini semakin terjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengganjalku. Ternyata dzuriyah HY yang menjadi penyambung pihak pesantren dengan Oi. Pantas saja tempat yang terpilih Lirboyo & rebana HY yang diminta mengisi. HY memang sip. Tidak hanya berkutat dengan dunia kitab & santri, tapi juga dapat berkoneksi dengan dunia luar. Salut banget dengan pesantrenku ini.
Kami hanya membawakan 2 lagu, Assalamu’alaik & Dhoharo Din al Muayyad. Syukurlah semua berjalan lancar. Bahkan bisa dikatakan aku tidak merasa demam panggung. Selesai tampil kami turun panggung dengan tampa membawa alat. Karena akan digunakan sebagai pembuka munas ini. Biasanya kan lewat simbolis pemotongan pita atau pemukulan gong. Nah, kali ini dengan memukul alat perkusi rebana.
Pembukaan munas dilakukan oleh orang-orang yes, bang Iwan, pak Wali dan juga panitia-panitia senior. Mereka mengambil tabuhan & memukul sekenanya. Suara yang terdengar benar-benar berbeda dengan yang kami bawakan tadi, semrawut. Hehehe hadirin yang melihat pembukaan ini tak ada yang menahan tawanya.
Pada akhir acara kami berkesampatan foto bareng Iwan Fals. Wah, bukankah langka banget? Padahal belum tentu para Oi semua yang hadir di sini bisa berfoto dengan pentolannya, apalagi secara terhormat seperti ini. Bener-bener deh rebana Hadiningrat memang ningrat. Pokoknya ganjalan-ganjalan sebelum acara tadi terjawab sudah.
Puas….
Lirboyo, 5 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar