Berikut adalah sedikit ulasan Cak Nun ketika mengobarkan semangat juang Indonesia yang berhasil kutuangkan dalam tulisan. Acara bertajuk Renungan Kemerdekaan & Tabligh Ramadhan ini diselenggarakan pada malam perayaan kemerdekaan RI ke 65 di Balai Kota Kediri. Walau sedikit kuharap dapat menjadi wacana dan bahan renungan bagi kita semua.
Indonesia, sebuah Negara kaya. Salah satu daerah besar di dalamnya ada Jawa. Jawa justru lebih sakti lagi. Mulai dari bahasanya saja Jawa sudah ,menduduki tingkat atas. Untuk berbicara kepada orang lain saja mesti tahu siapa yang diajak berbicara. Kata-kata untuk anak kecil tidak bisa (tidak sopan) digunakan untuk orang yang lebih tua. Ada mangan, maem, madang, nedo, dahar. Belum lagi urusan misuh. Semuanya bisa digunakan untuk misuhi orang lain. Bahkan semua bagian wajah bisa terdengar kasar jika digunakan misuh. Bahasa lainnya mana ada? Hal itu membuktikan bahwa orang Jawa kreatif.
Dalam urusan sikap orang Jawa terkenal sangat pintar dalam mengatur & meletakkan di tempat yang sesuai. Semua mempunyai posisi & porsi yang sesuai. Ambil contoh saja dalam hal tawar menawar. Orang jawa mesti melakukan basa-basi terlebih dahulu agar dapat mengambil hati orang yang dituju. Seperti ada yang kurang jika tidak membangun suasana akrab. Orang jawa memang senang melakukan sesuatu setahap demi setahap. Sampai-sampai atas jasa Kiai Kanjeng dengan sikap Jawanya kerukunan umat antar agama di Belanda dapat terwujud. Benar-benar suatu pelajaran tak tertulis dari nenek moyang yang tak ternilai harganya. Tak heran nama-nama raja Jawa selalu disertai dengan kata yang mengandung sikap mengayomi, pangku, ada Hamangkubuwono, Mangkubumi dst.
Mungkin banyak dari kita yang tak sadar bahwa sebenarnya Negara kita ini benar-benar kaya lagi terpuji. Tak percaya? Silakan absen sendiri. Berbagai sumber daya alam ada di sini. Aneka spesies hewan –mamalia, burung, reptile, ikan- yang tak banyak ditemukan di tempat manapun justru dengan mudah menemukannya di sini. Itu saja masih banyak yang belum terdata lebih lanjut. Belum lagi tumbuh-tumbuhannya. Bukankah bangsa Portugis dulu menjajah negeri ini juga karena tumbuhan (rempah-rempah)? Itu tadi baru kekayaan alam saja. Dalam kebudayaan sepertinya Indonesia dari dulu selalu memperoleh peringkat di mata dunia. Mulai dari situs-situs bekas kerajaan kuno hingga bermacam-macam tradisi & budayanya selalu menarik untuk diminati. Betapa tidak sadarnya negeri kita.
Saking tidak sadarnya dengan sikap legowo kita bagi-bagikan kekayaan negeri kita kepada ‘tetangga-tetangga’ . Sudah berapa juta ekor ikan yang dijaring oleh kapal-kapal asing di perairam nusantara? Sudah berapa ribu batang pohon hutan kita ditebangi seenaknya oleh perusahaan-perusahaan besar tak bermuka? Sudah berapa ribu hektar tambang-tambang kita dikeruk & dimanfaatkan oleh orang lain? Sudah berapa kali kebudayaan kita lolos dibawa lari tetangga sendiri/ sudah berapa ratus orang-orang tak bersalah negeri kita diperbudak di negeri orang?
Sebenarnya tak ada yang perlu disalahkan. Malah kita sebagai rakyat Indonesia mesti besar hati karena kita adalah bangsa yang besar & terpuji. Jiwa bangsa ini begitu besar, selalu ikhlas & mendahulukan orang lain. Secara otomatis kita sudah mengamalkan ajaran tasawuf untuk selalu mengalah & tidak terlalu cinta dunia. Ditambah lagi ada hadits yang menerangkan, "barang siapa yang beriman kepada allah & hari akhir maka muliakanlah tetangganya". Bukankah kita ikut mengamalkan hadits di atas dengan memberikan kekayaan kita kepada 'tetangga-tetangga' kita? Maka tak ada salahnya jika kita tetap bersyukur menjadi Indonesia. Indonesia memang dari dulu terkenal dengan sikap 'mengalahnya'. Bahkan mungkin jika kelak 2024 indonesia ikut piala dunia juga tak sungkan-sungkan menunjukkan sikap itu.
Semua persoalan ini sebenarnya tidak perlu kita besar-besarkan. Jika kita sadar akan posisi kita sebagai bangsa besar tentunya kita akan terus berusaha mengatasinya. Dengan begitu, sepertinya perjuangan memang tak ada kata berhenti. Kita harus tetap menanamkan semangat pejuabg-pejuang pendahulu kita yang ikut membentuk & membangun Indonesia. Tugas kita kini adalah mempertahankan apa yang sudah diperjuangkan dengan semangat 45 oleh para pahlawan.
---
Lantas apakah dengan kekayaan yang sungguh amat melimpah ini kita tetap bersikap legowo & mengalah? Itulah yang menjadi PR bagi kita bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan ini. Karena tak selamanya sikap seperti Ini baik, karena seperti orang Jawa, kita mesti dapat menempatkan sesuatu sesuai tempatnya. Jika tidak dari kita & mulai sekarang kapan lagi?
18 Agustus 2010
Tulisan-tulisanku walaupun tak ada yang menarik darimu AKu selalu tak segan tuk bercengkrama denganmu
Senin, 23 Agustus 2010
Sebuah Ikatan
Ramadhan kali ini sepertinya kurang berwarna dengan yang sudah-sudah, namun aku akan tetap menikmatinya. Yang semakin berwarna justru pikiranku sekarang. Gak Cuma mikir monoton ke ngaji aja. Jika kurasakan lagi dari dulu aku juga gini deh. Tapi kali ini beda. Ini tak lain karena liburan di rumah kemarin. Aku bertemu kembali dengan teman-teman lawas yang sudah sekian tahun tak berjumpa. Mereka semua memberi warna baru bagiku & lagi membuat pikiran lebih fresh sebagai bekal ke depan. Melihat mereka dalam kondisi sekarang aku bisa tahu kalau mereka semakin matang sebagai pemuda. Udin tetap cemerlang serperti dulu, bahkan kini bisa dirasakan jika ia merupakan bintang di kampus. Kok bisa ya mempertahankan kondisi juara seperti itu hingga sekarang? Huda kini juga sudah mulai mapan di rumahnya. Karena tahun depan sudah tidak kembali ke pondok. Tapi petuah-petuah & teladan kiainya yang nyentrik tetap terlihat. Alwan juga demikian. Setelah 5 tahun tak bertemu sikapnya masih sama, anteng banget. Tapi kini gak sembarang anteng. Bekal ilmunya di Mranggen kelihatannya tak bisa diremehkan walaupun sekarang masuk di kelas di bawah Arul di Tegalrejo. Ya, Arul kini sudah masuk kelas tinggi di sana, Fathul Wahab. Bahkan Arul yang dulu kelihatannya sering sembrono ini sudah bisa ngaji kitab kosongan. Emang sikapnya menutupi keunggulannya itu. Tapi setelah berjam-jam cangkruk bareng Huda di terasnya ia tak bisa diremehkan begitu saja. Niha pun tak kalah ketinggalan. Satu-satunya teman wanita yang masih akrab denganku kini suka menggebu-gebu jika diajak ngobrol tentang NU.
Teman-temanku di atas adalah sebagian yang sudah kutemui kembali pada liburan kemarin. Satu hal yang menonjol dari mereka semua adalah sudah mempunyai rinsip. Mereka pulalah yang memberi inspirasi buatku menuntut ilmu lebih di pesantren ini. Menyadarkanku bahwa pemuda haruslah mempunyai bekal sebagai generasi penerus. Benar-benar tak rugi aku kemarin pulang & menemui teman-teman ku yang sempat hilang ini.
---
Dulu aku menganggap teman sesorang jika pernah satu tempat. Entah satu kelas, satu sekolah, satu kamar, satu ustadz, satu eblek dan satu-satu yang lain. Biasanya aku baru bisa akrab dengan orang lain jika begitu. Padahal sika seperti itu malah terkesan terlalu membatasi diri. Tak heran hingga kini teman-teman yang akrab denganku tak sebanyak teman-teman lain.
Aku juga heran kenapa dulu selalu bersikap seperti itu. Aku baru sadar setelah mendengar cerita dari teman-teman lain & mengalami sendiri. Ternyata berteman itu tak ada batasnya. Kita boleh saja berteman dengan siapapun selama masih bisa menjaga diri kita dari yang tidak-tidak. Pikirku sih teman di kelas ya di kelas,di kamar sebatas di kamar, di desa sebatas desa dst.
Aku akrab dengan teman-teman SMP, seperti Huda, Musanif, Bela, Agung, Arul dkk hanya saat kami berada dalam satu tempat. Begitu juga dengan teman-teman SD dulu, Aad, Zainal, Niha, Udin dan yang lain. Setelah berpisah& berbeda tempat aku dengan tak sulit melepas ikatan begitu saja. Toh kita kemungkinan berkumpul kembali sangat sedikit. Aku cari teman lain di tempat baru malah lebih menyenangkan. Dulu aku selalu berpikir seperti itu. Wal hasil, malah tak ada yang dapat kugenggam lebih lama ikatanya. Semuanya lepas. Seperti halnya jika kita punya banyak balon & tak kita ikat dengan kuat. Setelah lepas semuanya terang saja tak menyisakan apa pun.
Aku jadi sering kesepian. Aku merasa dunia begitu sempit & tak ada teman yang bisa kujadikan pegangan. Semua orang terasa asing. Ternyata goncangan kesepian melebihi serangan penyakit.
Aku sadar sikap seperti itu salah. Tapi sayang, sampai sekarang belum juga menemukan solusi yang cocok untuk ini semua. Aku terus saja terkubang dalam kungkuman sepi. Hingga akhirnya aku dolan ke teman lawas, Huda. Huda sebaliknya denganku, mudah akrab dengan siapapun & komunikasi dengan teman-teman lawasnya masih terjaga. Dengan diajaknya dolan ke rumah Alwan & Arul aku makin sadar, sikapku selama ini salah besar. Huda mengajarkan satu pelajaran berharga untuk menjaga ukhuwah & memperluas koneksi, yaitu komunikasi.
Maka liburan kemarin merupakan libur dirumah yang lebih berkesan dengan yang sudah-sudah. Karena aku telah menemukan kembali satu per satu balon yang dulu tak kuikat dengan benar, aku berjumpa kembali dengan teman-teman lamaku & kuharap aku dapat menjaga hubungan ini & menemukan kembali lebih banyak balon yang hilang di luar sana.
Lirboyo, 18 Agustus 2010
Teman-temanku di atas adalah sebagian yang sudah kutemui kembali pada liburan kemarin. Satu hal yang menonjol dari mereka semua adalah sudah mempunyai rinsip. Mereka pulalah yang memberi inspirasi buatku menuntut ilmu lebih di pesantren ini. Menyadarkanku bahwa pemuda haruslah mempunyai bekal sebagai generasi penerus. Benar-benar tak rugi aku kemarin pulang & menemui teman-teman ku yang sempat hilang ini.
---
Dulu aku menganggap teman sesorang jika pernah satu tempat. Entah satu kelas, satu sekolah, satu kamar, satu ustadz, satu eblek dan satu-satu yang lain. Biasanya aku baru bisa akrab dengan orang lain jika begitu. Padahal sika seperti itu malah terkesan terlalu membatasi diri. Tak heran hingga kini teman-teman yang akrab denganku tak sebanyak teman-teman lain.
Aku juga heran kenapa dulu selalu bersikap seperti itu. Aku baru sadar setelah mendengar cerita dari teman-teman lain & mengalami sendiri. Ternyata berteman itu tak ada batasnya. Kita boleh saja berteman dengan siapapun selama masih bisa menjaga diri kita dari yang tidak-tidak. Pikirku sih teman di kelas ya di kelas,di kamar sebatas di kamar, di desa sebatas desa dst.
Aku akrab dengan teman-teman SMP, seperti Huda, Musanif, Bela, Agung, Arul dkk hanya saat kami berada dalam satu tempat. Begitu juga dengan teman-teman SD dulu, Aad, Zainal, Niha, Udin dan yang lain. Setelah berpisah& berbeda tempat aku dengan tak sulit melepas ikatan begitu saja. Toh kita kemungkinan berkumpul kembali sangat sedikit. Aku cari teman lain di tempat baru malah lebih menyenangkan. Dulu aku selalu berpikir seperti itu. Wal hasil, malah tak ada yang dapat kugenggam lebih lama ikatanya. Semuanya lepas. Seperti halnya jika kita punya banyak balon & tak kita ikat dengan kuat. Setelah lepas semuanya terang saja tak menyisakan apa pun.
Aku jadi sering kesepian. Aku merasa dunia begitu sempit & tak ada teman yang bisa kujadikan pegangan. Semua orang terasa asing. Ternyata goncangan kesepian melebihi serangan penyakit.
Aku sadar sikap seperti itu salah. Tapi sayang, sampai sekarang belum juga menemukan solusi yang cocok untuk ini semua. Aku terus saja terkubang dalam kungkuman sepi. Hingga akhirnya aku dolan ke teman lawas, Huda. Huda sebaliknya denganku, mudah akrab dengan siapapun & komunikasi dengan teman-teman lawasnya masih terjaga. Dengan diajaknya dolan ke rumah Alwan & Arul aku makin sadar, sikapku selama ini salah besar. Huda mengajarkan satu pelajaran berharga untuk menjaga ukhuwah & memperluas koneksi, yaitu komunikasi.
Maka liburan kemarin merupakan libur dirumah yang lebih berkesan dengan yang sudah-sudah. Karena aku telah menemukan kembali satu per satu balon yang dulu tak kuikat dengan benar, aku berjumpa kembali dengan teman-teman lamaku & kuharap aku dapat menjaga hubungan ini & menemukan kembali lebih banyak balon yang hilang di luar sana.
Lirboyo, 18 Agustus 2010
Selasa, 03 Agustus 2010
Kelompok 7
Entah kapan harinya aku nulis di dinding FB bahwa sekarang aku sudah ada di Batur lagi. Eh ada balasan dari tetanggaku, Niha. Kalo dia juga sedang ada di rumah. Wah kebetulan banget. Kami malah bisa smsan lagi. Karena selama ini memang kami sudah jarang banget saling tukar kabar. Nah, pada saat itu Niha mengajakku untuk ikut bedah buku tentang Gus Dur di UIN Suka Jogja. Duh, apa lagi ini? Tentu saja aku belum bisa menjawab ya. Karena banyak pertimbangan yang berseliweran di kepala. Motor di rumah cuma satu, itu aja kalo pagi dibawa bapak & ibu manasik haji. Trus kalopun nanti akhirnya jadi berarti tak ada cara lain kecuali boncengan, ya boncengan. Sama wanita lagi. Kalo masih saudara sih gak apa-apa. Eh niha kan masih saudara ding, tunggal buyut. Hehehe. Ditambah aku juga belum punya SIM. Tapi setelah kutimbang-timbang, kenapa tidak?! Mungkin ini memang bukan nasehat hati nurani. Tapi dengan begini kan aku gak cuma mangkrak kaya mesin usang di kamar. Lagi pula bisa jadi sarana nostalgia kita. Siapa sangka bukan? Karenanya aku penuhi ajakan sahabatku ini. Kapan lagi coba kalo gak sekrang?
Esoknya aku belum juga minta izin dari ibu atau bapak. Duh sulit banget sih ngungkapin seperti ini :p. Baru paginya sebelum kita berangkat aku ngomong ke ibu kalo pagi ini aku mau dolan ke Jogja sama Niha. Tak kusangka ternyata tanggapan ibu di luar dugaanku. Kukira mau diceramahin dulu atau langsung tembak gak boleh. Ibu monggo-monggo saja dengan rencanaku ini. Yes! Satu pintu terlewati. Kata Niha (lewat sms) acara dimulai pukul 8 jadi paling gak harus sampai di sana sebelum jam itu, apalagi ada gratisan buku yang dibedah buat 100 peserta pertama. Pagi itu mendadak aku jadi rajin. Mandi pagi (kayak masih sekolah aja), tata-tata ini itu. Pokoknya acara kali ini sudah positif bisa kuikuti. Tak disangka oleh bapak malah diberi uang saku. Wah, makasih banget bapak. Singkatnya semua siap. Kuhampiri Niha yang sedang nongol di pintu rumahnya. Jogja I’m coming!!
Perjalanan panjang kali itu menjadi momen pertama kalinya aku pergi jauh naik motor sebagai pengendara, boncengan sama cewek lagi. Karena selama ini aku hanya dibonceng. Tapi kuusahakan untuk tetap tenang, bersikap biasa & berkonsentrasi pada jalan yang kulalui. Bagi orang lain mungkin sudah menjadi hal biasa naik motor ke mana-mana. Tapi buatku ini bener-bener menjadi pengalaman berharga. Soalnya aku belum mempunyai SIM. Hehehe. Lungo adoh gak nggagas aturan. :P
Sepanjang perjalanan kami ngobrol naglor ngidul memecah keheningan jalan. Gak cuma diem aja kemudian malah ngantuk. Hingga tak terasa sudah sampai di tempat tujuan kami, UIN Sunan Kalijaga Jogja. Tanpa basa-basi kami menuju gedung fak. Tarbiyah & Soshum di sebelah kanan jalan. Sempat bingung juga karena kami memang bukan termasuk warga sini, jadi tak begitu tahu lokasi acara ini. Setelah keliling tanya sini situ akhirnya ketemu juga gedung soshum yang digunakan acara. Banyak mahasiswa di sekitarnya. Aku membayangkan menjadi salah satu di antaranya. Rasanya kok kurang bersahabat ya? Gak seperti di tempat yang sudah aku singgahi. Ah ini kan cuma perasaan saja.
Kami memasuki ruangan lumayan luas dengan masih banyak kursi kosong di dalamnya. Aku dapat nomor 41 sedangkan Niha 40. artinya kami masih termasuk peserta yang berhak membawa pulang buku gratis. Kursi tengah yang kosong menjadi jujugan kami. Dari Niha aku jadi tahu kalo sebenarnya ini semua adalah undangan dari Udin. Dia ternyata malah jadi mahasiswa di sini, walau bukan termasuk panitia. Jika yang ngajak Udin pastinya dia juga ikut acara ini. Tapi dari tadi kok gak kelihatan ya?
Kami kembali mengisi waktu dengan obrolan karena memang acara belum dimulai. Tiba-tiba aku dikejutkan Niha yang memanggil seseorang. Udin melengos menatap kami. Dia yang sedang berdiri mencari tempat duduk kami langsung menempati bangku kosong di sebelahku. Wah ternyata benar-benar menjadi momen nostalgia. Banyak yang berubah dari dia. Lebih banyak jerawat, lebih tinggi dengan gaya yang tak berubah, pakaian necis, rambut rapi tersisir dan kali ini ditambah sepatu pantovel. Tetap menonjolkan gaya resminya. Karena acara belum mulai juga kami mulai aja dengan ngobrol lagi. Gaya bicara udin juga sudah berubah, kini lebih berbobot dengan diberi kutipan dari mana saja.
Begitu jam menunjuk angka 9 acara baru mulai. . . . .
---
Pukul 12 acara selesai. Para peserta menyerbu satu-satunya pintu yang tersedia untuk keluar. Kami bertiga leyeh-leyeh melihat pemandangan ini, mendingan terakhiran aja. Yang penting kan nantinya juga dapet buku. Setelah longgar kami baru keluar. Oleh panitia kami diberi nasi kotak. Untuk buku aku & Niha yang belum mendapatkannya masih harus berjuang ditengah kerumunan orang yang lagi-lagi mengantri. Tapi tak perlu waktu lama untuk mendapatkan buku kecil warna coklat ini. Kali ini waktunya bersantai sambil menyantap hidangan dari panitia. Di lantai atas aku & Niha melahap habis nasi lele ini, sedangkan Udin hanya menghabiskan minumnya saja.
Selesai makan sambil (lagi-lagi) ngobrol kami sholat dzuhur. Sebenarnya Udin mau langsung pulang, tapi karena Niha masih belum kenyang (hehehe) kami ditraktir es di seberang kampus. Senang banget bisa kumpul dengan teman lama lagi.
---
Jika dilihat kami bertiga seperti kelompok 7-nya Naruto. Aku sebagai Naruto, Udin sebagai Sasuke dan Niha sebagai Sakura. Kok bisa? Hehehe. Ini hanya pendapatku saja kok. Kita kupas yuk..
Kumulai dari Udin aja ya. Soalnya begitu melihat Udin aku jadi inget Sasuke. Sasuke adalah seorang misterius dengan kemampuan mengagumkan jika dibanding dengan teman sebayanya. Di kelas dia menjadi bintang & mampu memikat wanita tanpa harus berlagak di depannya. Pokoknya jika dibandingkan dengan Naruto, Sasuke jauh di atasnya. Tak heran jika Naruto selalu iri jika di depan Sasuke. Sedangkan Udin dulu juga merupakan bintang di kelas. Kemampuannya mencerna & memahami pelajaran memang patut diacungi jempol. Tak heran jika nilai rapotnya selalu mendapatkan peringkat 1. tak hanya itu Udin juga pandai banget membuat wanita jatuh hati. Tapi berbeda dengan Sasuke, Udin lebih menonjolkan sikapnya. Entah itu perhatian, pujian atau guyonan. Begitu udin mengeluarkan jurusnya itu dijamin wanita kan terpesona. Wajar jika dulu ia kurang disukai teman-teman kami yang laki-laki. Hehehe, maaf ya Din. :p
Selanjutnya Sakura. Sakura adalah satu-satunya wanita dalam tim 7 punya Naruto. Ia adalah orang yang disukai Naruto sejak pertama satu kelas di akademi ninja. Sayang waktu itu sakura menganggap Naruto sebagai pengganggu hubungannya dengan Sasuke. Padahal Sasuke sendiri tidak tertarik pada Sakura. Dengan kata lain Sakura adalah salah satu wanita yang mengagumi pesona sasuke. Selain itu ia merupakan ninja medis. Lalu bagaimana dengan Niha? Mengenai suka tidaknya dengan Sasuke (Udin) aku kurang tahu sih :P. yang jelas Niha merupakan ‘korban’ dari jurus mempesona dari seorang Udin. Hehehe. Kok bisa? Sebenarnya ini kudapat dari blog Niha sendiri. Bahwa dulu Udin perhatian banget sama dia. Jadi sama kan dengan sasuke yang dapat memikat wanita?. Trus ditambah lagi sekarang ini Niha sedang mendalami ilmu medis (farmasi). Begitu pula sakura yang seorang ninja medis.
Terus bagaimana dengan Naruto? Naruto selalu menjadi orang yang ketinggalan dalam masalah akademis jika dibandingkan dengan kedua temannya. Tapi Naruto menang dalam hal semangat. Oleh gurunya sendiri ia dijuluki sebagaai ninja penuh kejutan nomor 1. Selain itu Naruto merupakan salah satu orang dengan klan istimewa di desanya, keturunan Hokage keempat. Bagaimana dengan diriku? Sebenarnya tak banyak yang mirip antara aku dengan naruto. mungkin dalam hal ‘ketinggalan’ aku menyamainya. Prestasiku memang tak secemerlang kedua temanku di atas. Naruto juga kalah soal memikat wanita. Gayanya ceplas-ceplos tak peduli siapa yang dihadapi. Aku juga mungkin seorang yang kurang bisa memberikan perhatian lebih kepada wanita. Aku lebih suka hubungan apa adanya. Gak perlu menunjukkan sikap agar wanita terpesona. Walau begitu posisiku unggul sebagai orang yang masih meneruskan pendidikan agama di pesantren. Padahal dulu Niha ingin banget masuk pesantren. Udin juga mungkin begitu.
Bagaimanapun juga ini semua adalah pendapatku. Bisa saja salah. Aku kepikiran membuat tulisan ini setelah kembali beertemu dengan kedua temanku tadi & membaca blog Niha. Dalam tulisannya hanya tiga orang yang dibahas diantara teman-temannya, Udin, Aku & lik Afif. Nah, mungkin tulisan ini bisa melengkapi pendapat pribadinya yang ditulis di blog.
Esoknya aku belum juga minta izin dari ibu atau bapak. Duh sulit banget sih ngungkapin seperti ini :p. Baru paginya sebelum kita berangkat aku ngomong ke ibu kalo pagi ini aku mau dolan ke Jogja sama Niha. Tak kusangka ternyata tanggapan ibu di luar dugaanku. Kukira mau diceramahin dulu atau langsung tembak gak boleh. Ibu monggo-monggo saja dengan rencanaku ini. Yes! Satu pintu terlewati. Kata Niha (lewat sms) acara dimulai pukul 8 jadi paling gak harus sampai di sana sebelum jam itu, apalagi ada gratisan buku yang dibedah buat 100 peserta pertama. Pagi itu mendadak aku jadi rajin. Mandi pagi (kayak masih sekolah aja), tata-tata ini itu. Pokoknya acara kali ini sudah positif bisa kuikuti. Tak disangka oleh bapak malah diberi uang saku. Wah, makasih banget bapak. Singkatnya semua siap. Kuhampiri Niha yang sedang nongol di pintu rumahnya. Jogja I’m coming!!
Perjalanan panjang kali itu menjadi momen pertama kalinya aku pergi jauh naik motor sebagai pengendara, boncengan sama cewek lagi. Karena selama ini aku hanya dibonceng. Tapi kuusahakan untuk tetap tenang, bersikap biasa & berkonsentrasi pada jalan yang kulalui. Bagi orang lain mungkin sudah menjadi hal biasa naik motor ke mana-mana. Tapi buatku ini bener-bener menjadi pengalaman berharga. Soalnya aku belum mempunyai SIM. Hehehe. Lungo adoh gak nggagas aturan. :P
Sepanjang perjalanan kami ngobrol naglor ngidul memecah keheningan jalan. Gak cuma diem aja kemudian malah ngantuk. Hingga tak terasa sudah sampai di tempat tujuan kami, UIN Sunan Kalijaga Jogja. Tanpa basa-basi kami menuju gedung fak. Tarbiyah & Soshum di sebelah kanan jalan. Sempat bingung juga karena kami memang bukan termasuk warga sini, jadi tak begitu tahu lokasi acara ini. Setelah keliling tanya sini situ akhirnya ketemu juga gedung soshum yang digunakan acara. Banyak mahasiswa di sekitarnya. Aku membayangkan menjadi salah satu di antaranya. Rasanya kok kurang bersahabat ya? Gak seperti di tempat yang sudah aku singgahi. Ah ini kan cuma perasaan saja.
Kami memasuki ruangan lumayan luas dengan masih banyak kursi kosong di dalamnya. Aku dapat nomor 41 sedangkan Niha 40. artinya kami masih termasuk peserta yang berhak membawa pulang buku gratis. Kursi tengah yang kosong menjadi jujugan kami. Dari Niha aku jadi tahu kalo sebenarnya ini semua adalah undangan dari Udin. Dia ternyata malah jadi mahasiswa di sini, walau bukan termasuk panitia. Jika yang ngajak Udin pastinya dia juga ikut acara ini. Tapi dari tadi kok gak kelihatan ya?
Kami kembali mengisi waktu dengan obrolan karena memang acara belum dimulai. Tiba-tiba aku dikejutkan Niha yang memanggil seseorang. Udin melengos menatap kami. Dia yang sedang berdiri mencari tempat duduk kami langsung menempati bangku kosong di sebelahku. Wah ternyata benar-benar menjadi momen nostalgia. Banyak yang berubah dari dia. Lebih banyak jerawat, lebih tinggi dengan gaya yang tak berubah, pakaian necis, rambut rapi tersisir dan kali ini ditambah sepatu pantovel. Tetap menonjolkan gaya resminya. Karena acara belum mulai juga kami mulai aja dengan ngobrol lagi. Gaya bicara udin juga sudah berubah, kini lebih berbobot dengan diberi kutipan dari mana saja.
Begitu jam menunjuk angka 9 acara baru mulai. . . . .
---
Pukul 12 acara selesai. Para peserta menyerbu satu-satunya pintu yang tersedia untuk keluar. Kami bertiga leyeh-leyeh melihat pemandangan ini, mendingan terakhiran aja. Yang penting kan nantinya juga dapet buku. Setelah longgar kami baru keluar. Oleh panitia kami diberi nasi kotak. Untuk buku aku & Niha yang belum mendapatkannya masih harus berjuang ditengah kerumunan orang yang lagi-lagi mengantri. Tapi tak perlu waktu lama untuk mendapatkan buku kecil warna coklat ini. Kali ini waktunya bersantai sambil menyantap hidangan dari panitia. Di lantai atas aku & Niha melahap habis nasi lele ini, sedangkan Udin hanya menghabiskan minumnya saja.
Selesai makan sambil (lagi-lagi) ngobrol kami sholat dzuhur. Sebenarnya Udin mau langsung pulang, tapi karena Niha masih belum kenyang (hehehe) kami ditraktir es di seberang kampus. Senang banget bisa kumpul dengan teman lama lagi.
---
Jika dilihat kami bertiga seperti kelompok 7-nya Naruto. Aku sebagai Naruto, Udin sebagai Sasuke dan Niha sebagai Sakura. Kok bisa? Hehehe. Ini hanya pendapatku saja kok. Kita kupas yuk..
Kumulai dari Udin aja ya. Soalnya begitu melihat Udin aku jadi inget Sasuke. Sasuke adalah seorang misterius dengan kemampuan mengagumkan jika dibanding dengan teman sebayanya. Di kelas dia menjadi bintang & mampu memikat wanita tanpa harus berlagak di depannya. Pokoknya jika dibandingkan dengan Naruto, Sasuke jauh di atasnya. Tak heran jika Naruto selalu iri jika di depan Sasuke. Sedangkan Udin dulu juga merupakan bintang di kelas. Kemampuannya mencerna & memahami pelajaran memang patut diacungi jempol. Tak heran jika nilai rapotnya selalu mendapatkan peringkat 1. tak hanya itu Udin juga pandai banget membuat wanita jatuh hati. Tapi berbeda dengan Sasuke, Udin lebih menonjolkan sikapnya. Entah itu perhatian, pujian atau guyonan. Begitu udin mengeluarkan jurusnya itu dijamin wanita kan terpesona. Wajar jika dulu ia kurang disukai teman-teman kami yang laki-laki. Hehehe, maaf ya Din. :p
Selanjutnya Sakura. Sakura adalah satu-satunya wanita dalam tim 7 punya Naruto. Ia adalah orang yang disukai Naruto sejak pertama satu kelas di akademi ninja. Sayang waktu itu sakura menganggap Naruto sebagai pengganggu hubungannya dengan Sasuke. Padahal Sasuke sendiri tidak tertarik pada Sakura. Dengan kata lain Sakura adalah salah satu wanita yang mengagumi pesona sasuke. Selain itu ia merupakan ninja medis. Lalu bagaimana dengan Niha? Mengenai suka tidaknya dengan Sasuke (Udin) aku kurang tahu sih :P. yang jelas Niha merupakan ‘korban’ dari jurus mempesona dari seorang Udin. Hehehe. Kok bisa? Sebenarnya ini kudapat dari blog Niha sendiri. Bahwa dulu Udin perhatian banget sama dia. Jadi sama kan dengan sasuke yang dapat memikat wanita?. Trus ditambah lagi sekarang ini Niha sedang mendalami ilmu medis (farmasi). Begitu pula sakura yang seorang ninja medis.
Terus bagaimana dengan Naruto? Naruto selalu menjadi orang yang ketinggalan dalam masalah akademis jika dibandingkan dengan kedua temannya. Tapi Naruto menang dalam hal semangat. Oleh gurunya sendiri ia dijuluki sebagaai ninja penuh kejutan nomor 1. Selain itu Naruto merupakan salah satu orang dengan klan istimewa di desanya, keturunan Hokage keempat. Bagaimana dengan diriku? Sebenarnya tak banyak yang mirip antara aku dengan naruto. mungkin dalam hal ‘ketinggalan’ aku menyamainya. Prestasiku memang tak secemerlang kedua temanku di atas. Naruto juga kalah soal memikat wanita. Gayanya ceplas-ceplos tak peduli siapa yang dihadapi. Aku juga mungkin seorang yang kurang bisa memberikan perhatian lebih kepada wanita. Aku lebih suka hubungan apa adanya. Gak perlu menunjukkan sikap agar wanita terpesona. Walau begitu posisiku unggul sebagai orang yang masih meneruskan pendidikan agama di pesantren. Padahal dulu Niha ingin banget masuk pesantren. Udin juga mungkin begitu.
Bagaimanapun juga ini semua adalah pendapatku. Bisa saja salah. Aku kepikiran membuat tulisan ini setelah kembali beertemu dengan kedua temanku tadi & membaca blog Niha. Dalam tulisannya hanya tiga orang yang dibahas diantara teman-temannya, Udin, Aku & lik Afif. Nah, mungkin tulisan ini bisa melengkapi pendapat pribadinya yang ditulis di blog.
Langganan:
Postingan (Atom)