Minggu, 13 Desember 2009

Pentingnya Visi

Ketika masih kecil kita sering ditanyai, “mau jadi apa besok kalau sudah besar?”. Pertanyaan itu sering diidentikkan dengan cita-cita atau tujuan hidup. Kita cenderung melihat kenyataan yang sudah ada. Profesi yang ‘wah’ yang biasanya menonjol di mata kita. Tak jarang kita akan menjawab pertanyaan di atas dengan dokter, polisi, tentara, pilot, arsitek atau guru. Karena bidang-bidang semacam itulah yang lebih menonjol daripada profesi lain di mata anak kecil.

Seiring dengan bertambahnya kedewasaan biasanya visi atau gambaran cita-cita kita sewaktu kecil dulu semakin memudar. Jika ketika masih TK kita dapat menjawab pertanyaan sederhana di atas dengan mantap & semangat, mungkin saat sudah duduk di bangku SMA kita mulai bimbang. Benarkah jawabanku ini? Kenapa demikian? Pikian anak kecil masih polos, sederhana & belum terkontaminasi oleh permasalahan-permasalahan yang lebih komplek. Anak-anak berpikir dengan imajinasi. Sedangkan ketika sudah menginjak usia remaja dengan pelbagai masalah yang komplek, kita cenderung berpikir rasional & logis. Lantas apakan jawaban kita dapat mempengaruhi kehidupan kita selanjutnya?

Disadari atau tidak ketika kita menjawab apa cita-cita kita secara otomatis otak & jiwa kita akan merespon kata-kata kita & akan selalu tertanam dalam pikiran. Jika sudah demikian pola hidup kita akan selalu berusaha untuk mencapainya. Berbeda jika kita tidak mempunyai jawaban atau gambaran kehidupan kita kelak. Pola hidup kita akan serba apa adanya & pasrah begitu saja.

Tujuan yang jelas memang sangat penting bagi kehidupan kita. Kebanyakan orang menganggap bahwa kesuksesan dilihat dari materi. Karenanya visi untuk memperoleh penghasilan yang berlimpah menjadi tujuan utama. Sacara tak langsung itu menuju hanya kepada kehidupan duniawi. Padahal ada yang lebih penting, kepuasan batin & ketenangan jiwa. Visi tersebut dapat lebih mencakup duniawi sekaligus ukhrawi.

Sebagai contoh seseorang yang ingin menjadi pelukis. Ia akan selalu bersemangat membahas & menambah wawasan yang berkaitan dengan seni rupa. Ia tak segan-segan mengeluarkan banyak biaya untuk mencoba & mencoba. Bahkan ia tak keberatan untuk berkelana mencari wawasan & pengalaman sebagai pematangan keahliannya.Ia memang tekun. Bukan semata-mata tekun. Tapi karena mempunyai visi jauh ke depan. Ia rela pontang-panting demi mencapai visinya. Maka secara tak langsung juga mengamalkan hadits Nabi SAW : Man Jadda Wajada. Tak heran visinya akan tercapai. Entah membutuhkan waktu berapa lama.\

Visi dapat mempengaruhi semua tindakan kita. Kita dapat mencintai sesuatu ynag kita benci karena visi. Kita dapat memperoleh pelajaran besar dari sesuatu yang kecil karena visi. Kita pun dapat memperoleh keberhasilan karena visi. Bagaimanapun sulit jalannya jika visi sudah jelas tetap akan kita lalui. Visi memang merupakan pijakan awal dari keberhasilan. Maka dari itu cari & canangkan mulai dari sekarang, apakah visiku?

Lirboyo, 7 Desember 2009

Sabtu, 14 November 2009

Episode Terakhir El Rahma

Motor Pak Fata yang kami tumpangi melaju ke timur arah alun-alun. Kami akan menuju hotel Insumo, tempat aku nanti diwisuda. Akhirnya setahun sudah aku belajar di El Rahma. Sebentar lagi aku & teman-teman seangkatanku resmi menjadi alumni darinya. Apa yang kudapatkan selama syibih kuliah ini masih tergolong dasar pijakan sebagai langkah awal menuju dunia usaha. Tak kusangka ternyata tak sedikit teman-temanku malah sudah terjun ke dunia kerja. Aku sendiri mungkin belum. Masih ingin fokus ke satu urusan dulu.
Hotel Insumo Palace terletak + 500 m ke arah selatan dari alun-alun. Lokasinya asri & strategis. Terletak di pinggir sungai Brantas. Areanya juga lebih nyaman jika dibandingkan dengan hotel Lotus, tempat El Rahma mengadakan acara pelatihan terjemah Al Qur'an dulu. Lotus memang menjanjikan kemewahan, pelayanan & fasilitasnya yang lux. Tapi sayang areanya saja yang sempit, nyempil di antara gedung-gedung dinas & rumah-rumah penduduk. Insumo mempunyai kawasan yang luas. Bayangkan saja, ada restoran, hotel, gedung pertemuan, area parker, 2 lapangan tennis, juga lahan & gedung kosong yang aku tak tahu fungsinya. Walau tak se'wah' lotus, insumo menawarkan suasana yang lebih asri. Beruntung kemarin saat gladi bersih aku yang pertama kali sampai di sini. Tak kusia-siakan untuk menikmati & berkeliling area hotel.
Di dalam undangan tertera bahwa wisuda El Rahma akan dimulai pukul 9. Aku & bapak sampai di tempat tujuan pukl 8.30. karena intruksi dari pembina bahwa sebelum wisuda dimulai akan diadakan gladi bersih lagi sebagai persiapan terakhir. Jadi hanya berlatih bagaimana sikap kami selama acara berlangsung. Tapi, apa sudah menjadi kebiasaan, teman-teman belum banyak yang berkumpul ketika aku sampai di sini. Apa boleh buat. Bapak kutinggalkan sendiri bersama wali murid yang lain. Aku bergabung dengan teman-teman lain di aula. Kami semua yang sudah berkumpul diminta untuk langsung siap dengan toga.
Gladi bersih dilaksanakan tak lebih dari satu jam. Alhamdulillah semua lancar. Kini tinggal praktek yang sebenarnya saat acara nanti. Pelaksanaan wisuda masih menunggu tamu undangan & widsudawan lain yang belum datang. Jeda antara selesai gladi dengan mulai wisuda hampir satu jam lamanya. Aku sampai ketar-ketir, apakah sebelum dhuhur nanti recanaku sudah terlaksana semuanya.
Pukul 10 MC membuka acara. Sebagai MC adalah Pak Mahfud, dalam bahasa indonesia & salah satu mahasiswa El Rahma, dalam bahasa Inggris. Aku belum mengenal keduanya. Urutan acara hampir sama dengan acara-acara lain pada umumnya.
Yang membuatku deg-degan adalah acara ketiga setelah para instruktur menempatkan diri & mendengarkan lagu Indonesia Raya. Aku & Linda ditugasi menjadi qori & pembaca sari tilawah sebagai pembukaan acara. Ketika kami dipanggil untuk maju ke depan demam panggung mulai menyerang. Pikiranku tetap kufokuskan untuk membaca tilawah nantinya. Langkah demi langkah terasa begitu berat. Dalam hati kami berdoa agar semua lancar sesuai dengan gladi kemarin. Sesampai di depan kami melangkah menuju mimbar setelah terlebih dahulu membungkukkan badan tanda hormat pada instruktur. Aku yang pertama naik. Nafas kuatur sedemikian rupa sehingga suasana lebih bersahabat. Ini seperti jam'iyyah di kamar, pikiranku memotivasi. Tak ada yang perlu dirisaukan. Baca dengan rileks & tenang. Begitu naik mimbar aku berdoa, ya Allah berilah kemudahan.
Kini semua terlihat jelas dari atas sini. Mata para hadirin seakan menyerangku. Konsentrasi, fokuskan pada bacaan, pikirku. Dengan salam aku memulai membawakan tilawah. Satu per satu kalimat dalam ayat yang kubaca kulantunkan. Tak lama kemudian suasana sudah tak lagi menegangkan. Akhirnya aku bisa mengendalikan suasana. Jika ingat persiapanku ini rasanya seperti mau tertawa sendiri. Bagaimana tidak lagu yang akan kulantunkan saja aku tak tahu. Baru 2 hari sebelum hari H aku sempatkan untuk minta masukan dari kang Mizan yang dulu juga pernah membawakan tilawah saat wisuda angkatannya. Kata kang Mizan tilawah itu tak berbeda jauh dengan tartil. Yang membedakan adalah pengaturan lagu & temponya. Jika tak bisa memakai keduanya pakai salah satu. Aku memlih lebih melatih tempo dengan lambat agar tidak terdengar seperti tartil. Alhamdulillah usahaku berhasil. Walaupun kini membawakannya dengan lagu apa aku tidak tahu, yang penting dapat berjalan sesuai aturan. Alhamdulillah.
Selesai kami membawakan tugas masing-masing kami kembali ke tempat duduk sesuai dengan urutan & jurusannya. Setelah itu adalah orasi ilmiah oleh Bapak Khoirul Roziqin, selaku ketua yayasan El Rahma. Pak Roz berbicara banyak tentang bagaimana cara kita untuk mendapatkan kebebasan finansial. Kondisi pada saat kita tidak bisa bergantung pada orang lain yang menuntut kita untuk tetap mendapatkan penghasilan. Inilah yang disebut kebebasan finansial. Oleh beliau kami diberi motivasi & wawasan sebagai bekal kami terjun ke dunia kerja, yang mana paling menuntut kebebasan finansial ini. Cerita tentang Pablo si manusia pipa & Bruto si pemanggul ember menjadi bahan diskusi demokratis ini. Artinya jawabannya masih menggantung. Dan itulah yang menjadi tugas kami, para wisudawan untuk selalu mencari jawaban (cara) mendapatkan kebebasan financial. Sedikit-sedikit ceramah dari beliau dapat menggugah semangat kami untuk berwirausaha.
Acara yang paling ditunggu akhirnya tiba, prosesi wisuda. Sebagai pemindah tali toga adalah pak Khusnu. Kami dipanggil sesuai urutan. Dimulai dari administrasi, desain, akuntansi & teknisi. Kami cah-cah desain duduk di deretan belakang administrasi. Satu per satu teman-teman meninggalkan tempat duduk & kembali. Bapak sempat mengambil gambarku ketika lewat bangku wali murid & ketika aku naik ke atas panggung. Aku melangkahkan kaki manuju pak Khusnu untuk melepaskan kami secara simbolis dengan memindah tali toga ketika namaku dipanggil. Rasanya lega banget ketika tali dari kiri berpindah ke kanan. Akhirnya selesai. Aku bersyukur dapat menyelesaikan kuliah, yang walaupun hanya satu tahun, ini. Bu Ririn memberikan sertifikat & selamat kepadaku. Aku kembali ke tempat dudukku.
Selanjutnya adalah ikrar wisuda yang dibawakan oleh Doni & Naning. Ikrar ini seperti yang aku baca berisikan pernyataan apa saja yang mesti kami penuhi sebagai wisudawan. Seperti menjaga nama baik almamater, menjalin hubungan yang baik antara sesama wisudawan & instruktur. Kemudian sebagai penutup rangkaian wisuda adalah orasi dari perwakilan wisudawan yang dibawakan oleh Eko, dalam bahasa Indonesia & Eka dalam bahasa Inggris. Setelah itu pak Khusnu menutup acara sidang terbuka ini dengan mengetok palu & ucapan hamdalah. Doa penutup dipimpin oleh pak Mukmin. Acara kini resmi selesai & tinggal rehat & ramah tamah.

Rasanya ada yang kurang, pikirku. Bukankah ini terakhiran denga teman-teman? Kenapa harus tergesa-gesa pulang? Tapi kalau memang situsai yang menuntut mau bagaimana lagi. Untungnya bapak bawa kamera. Kusempatkan untuk berfoto dengan sahabat-sahabatku, salah satunya Nunuk. Rasanya aneh, setelah 4 tahun bareng, besok sudah tidak ketemu lagi. Perpisahan memang begitu. Tapi kuusahakan tidak terlalu memikirkannya. Toh, aku masih punya tanggungan yang lebih besar, mondok. Akhirnya kucukupkan pertemuan terakhir bersama teman-teman sebelum semuanya pulang. Entah kapan kami semua bisa bertemu kembali. Semoga kelak Allah mempertemukan kami kembali dengan keadaan yang lebih baik dari sekarang.

Lirboyo, awal November 2009

Kamis, 22 Oktober 2009

Semangat Awal Tahun di Lirboyo

Irfa' ro’saka!, angkatlah kepalamu wahai para Santri. Di luar sana ada banyak orang yang berusaha menghancurkan kita. Kita boleh ndingkluk ketika berhadapan dengan mbah Kiai Idris, tetapi kita harus tegap, berani & siap menghadapi mereka (golongan non ahlu sunnah wal jamaah).

Ini adalah sebagian kutipan dari pidato panjang Kiai Said Aqil Siradj tadi malam di serambi. Sedikit banyak orasi sekitar satu jam itu dapat melecutkan kembali semangatku sebagai santri & membuat semakin jelas apa & bagaimana visi generasi pesantren. Acara yang bertajuk Halal bi Halal seponpes Lirboyo yang diadakan di serambi masjid Lirboyo ini merupakan acara rutin tiap tahun untuk membuka & mengaktifkan kembali kegiatan-kegiatan di ponpes Lirboyo. Kali ini Lirboyo kedatangan 2 tamu kehormatan, Gus Ipul ( Bpk. Saifullah Yusuf), wagub Jatim & Kang Said (KH. Said Qil Siradj), pengurus PBNU yang juga alumni Lirboyo.

Pidato dari beliau berdua banyak menyinggung tentang pesantren. Maklum pesantren Lirboyo adalah salah satu lembaga pendidikan yang masih berbasis salaf. Gus Ipul lebih membahas perkembangan madrasah diniyah di Jatim & ke depannya. Fakta yang terjadi 80 % madrasah diniyah (Madin) berada di bawah naungan kiai & pesantren. Dan peran madin sendiri ternyata sangat besar, yaitu turut melestarikan keilmuan Islam. Ironisnya madin & pesantren terkesan dianak-tirikan oleh pemerintah. Mulai dari masalah finansial hingga kesehatan. Nah, maka dari itu duet Pakde Karwo-Gus Ipul ingin membuat inovasi baru dalam masa pemerintahannya. Salah satunya adalah mengangkat kembali derajat pesantren yang sejak dulu memang menjadi ikon Jatim. Dari penjelasan Gus yang humoris & berkumis ini pesantren-pesantren di Jatim akan diberi BOS seperti yang telah diberikan kepada sekolah-sekolah formal lainnya pada tahun 2010. Dana yang sudah terkumpul sekitar 200 M. kita doakan saja semoga niat baik para umara kita ini diridhoi oleh Allah.

Sementara itu kang Said banyak memberikan motivasi, masukan & wawasan tentang NU, pesantren & aliran-aliran lain. Seperti yang kusinggung di atas, pidato beliau dapat membakar semangatku sebagai santri. Santri harus siap mental & ilmu dalam berbakti di masyarakat & mengahadapi golongan yang ingin merusak aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kang Said banyak berbicara tentang Wahabbi golongan yang mempunyai ‘hobi’ membid’ahkan luar kaumnya. Oleh beliau kekurangan-kekurangan mereka dibahas habis. Diantaranya adalah kurangnya kaum ulama di dalamnya. Ulama di sini bukan dalam arti luas, orang yang ahli dalam bidang keilmuan. Ulama merupakan sebutan untuk orang yang ahli dalam masalah agama Islam. Karenanya tak heran jika dalil & dasar yang sering mereka gunakan untuk main serang bid’ah terkesan banyak kejanggalan. Karena Islam di zaman Nabi memang berbeda di zaman sekarang. Mau tak mau sikap fleksibel (tasamuh) dalam menerima perkembangan zaman tak dapat dielakkan. Tentu saja dengan tetap berpegangan pada dasar-dasar Islam.

Perkembangan Islam sendiri telah melewati banyak kurun yang menghasilkan berbagai fan-fan ilmu yang dapat menjelaskan Islam. Sebagai contoh kita memerlukan banyak ilmu agar dapat mendalami Al Qur’an & Hadits. Diantaranya nahwu, shorof, balaghoh, mantiq, bayan, tafsir, tajwid dll. Ilmu-ilmu tersebut lahir dari pemikiran para ulama. Dari kurun yang sudah terlewati telah banyak ulama yang ikut andil melestarikan keilmuan Islam. Sementara itu kaum Wahabbi yang mengajak kembali ke Al Qur’an & Hadits seakan-akan meniadakan para ulama. Hanya orang-orang yang sepaham saja yang mereka cantumkan sebagai ulama. Karenanya kesan yang ditimbulkan Wahabi adalah berpikiran sempit & tidak terbuka. Apa yang dalam Al Qur’an & Hadits tak ada langsung mereka anggap bid’ah. Padahal 2 pedoman kita ini adalah rujukan yang selalu relevan di berbagai zaman. Karenanya makna & kandungannya begitu luas yang memerlukan pemikiran luas & terbuka. Kang Said dapat begitu detilnya membahasnya.

Apa yang menjadi kekurangan Wahabbi ternyata malah menjadi kelebihan Ahlus sunnah wal jamaah. Deretan ulama yang bersanad muttashil dengan Rasulullah banyak lahir di kalangan Aswaja. Buah tangan mereka memperkaya ilmu & pemahaman tentang ajaran Rasulullah. Karya-karya mereka pula yang menjadikan syari'at Islam masih lestari. Selain itu secara tidak langsung memudahkan kita, umat islam yang kurunnya jauh dengan kurun Nabi maupun sahabat, dalam memahami Islam. Maka apakah pantas jika kita meniadakan sederet Ulama yang telah berjasa, kemudian hanya segolongan & sepaham saja yang dimunculkan? Kang Said yang kini juga menjadi pentolan NU & Lirboyo menuntut para santri yang masih di pesantren untuk bisa menyamai & meneladani beilau-beliau para ulama Aswaja.

Sebagai santri yang berpaham Ahlus sunnah wal jamaah sudah sepantasnya kita melestarikan khazanah keilmuan Islam. Dengan orasi dari kedua tokoh di atas semangat & kepedulian kita sedikit-sedikit pasti terlecut. Maka mumpung masih awal tahun kita tata niat kita kembal.i Semangat & niat awal tahun memang bisa mempengaruhi kinerja kita ke depan. Ya Tholibal ilmi Irfa' Ro'saka!


Lirboyo, 9 Oktober 2009

Sabtu, 05 September 2009

Kenapa kita mengekang nafsu?

Kemarin Sabtu, 30 Agustus aku diundang oleh pak Khsunu untuk mengikuti buka bersama di rumah beliau. Berita ini kudapat dari pak Haidar sesampaiku di pondok setelah ngumpul bareng teman2 di SMALA. Acara dimulai sore ba’da ashar. Aku ke sana dengan Inun & Zainal. Pak Haidar datang menjelang buka.
Acara sore itu tidak hanya diisi dengan buka besama dan sholat jamaah saja. Satu jam menjelang bedug maghrib ada ceramah dari Gus Rouf, menantu mbah Kiai Imam. Beliau membawakan tema puasa & Ramadhan. Materinya enak banget didengar. Lancar dan terus saja ada sambungannya.
Salah inti yang aku dapat dari ceramah beliau yang masih membekas hingga kini adalah kenapa perbuatan maksiat-maksiat di bulan Ramadhan terus saja berjalan? Bukankah ada hadits yang menerangkan bahwa setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan?
Dari penjelasan beliau ternyata bukan setanlah yang salah, melainkan kita sendiri, pelaku yang tak bisa memerangi musuh terbesar kita, nafsu. Nafsu merupakan musuh manusia yang lebih berat daripada setan. Karenanya sebenarnya yang perlu lebih kita waspasdai adalah diri kita sendiri (nafsu). Setan menggoda manusia dapat melalui beberapa jalan, bisa depan, belakang, kanan, kiri. Dan sekali setan tak bisa menggoda lewat satu jalan maka akan berusaha mencari jalan yang lain. Berbeda dengan nafsu. Nafsu mempunyai watak yang keras kepala. Sekali menginginkan sesuatu maka harus terlaksana. Jalan untuk mencapainya-pun harus sesuai dengan kemauannya. Jika ingin dari depan maka jalan depanlah yang terus digoda oleh nafsu. Hingga diri kita melakukan apa yang diingankannya. Sekali tidak bisa nafsu akan terus menggedornya. Maka dari itu setan dengan nafsu lebih berat nafsu, lebih ghirah nafsu.
Lantas adakah jalan untuk bisa mengalahkan nafsu? Satu-satunya yang dapat mengurangi laju nafsu adalah dengan lapar. Dulu aku masih sangsi dengan penjelasan ini. Kenapa lapar sampai bisa mengalahkan nafsu. Ternyata ada cerita menarik tentang kedua pasangan berlawanan ini. Kisah ini aku dapat dari kitab Durroh an Nashihin ketika ikut mengajinya bersama pak Fadholi. Berikut cerita secara ringkas.

Alkisah Allah menciptakan akal & nafsu. 
Akal menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lain. Kemudian Allah menguji ciptaanNya itu.
Allah berfirman, “wahai Akal mengahadaplah kemari!”. Seketika itu juga Akal memenuhi perintahNya. 
Allah berfirman kembali, “wahai Akal menghadaplah kesana!”. Sama seperti sebelumnya Akal langsung memenuhi perintahNya.
Kemudian Akal ditanya oleh Allah, “wahai Akal siapakah Aku & siapakah kau?,”
“Engkau adalah tuhanku dan aku adalah hambaMu yang lemah,” jawab Akal.
“Wahai Akal tidak ada makhluk yang paling mulia yang aku ciptakan kecuali kau,” Allah memuji kepatuhan Akal.
Kemudian Allah juga menguji nafsu, yang selama ini menjadi penggoda manusia.
Allah berfirman, “wahai nafsu menghadaplah kemari!”. Alih-alih Nafsu malah tidak memenuhinya.
Kemudian Nafsu ditanya oleh Allah, “wahai Nafsu siapakah Aku & siapakah kau?,”
“Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau,” jawab Nafsu. Ternyata jawaban tadi membuat Allah marah terhadapnya. Allah kemudian menyiksanya di Neraka Jahanam selama seratus tahun. 
Setelah itu ia dikeluarkan dan diuji kembali dengan pertanyaan yang sama. Ternyata jawabannya masih sama. Kembali Allah menyiksanya. Kali ini dengan siksaan panasnya lapar (kelaparan) selama seratus tahun. 
Setelah itu ia dikeluarkan dan kembali diuji oleh Allah dengan pertanyaan yang sama. Saat itu barulah ia mengakui bahwa ia adalah hamba & Allah adalah tuhannya. Karena peristiwa inilah Allah kemudian mewajibkan puasa kepada Nafsu (manusia).


Kisah ini merupakan nukilan dari kitab kuning, jadi jangan heran jika bahasa yang kutulis amburadul. :P. maklum aku bukan mutarojim.

Walau dengan bahasa sederhana dari kisah diatas kita dapat mengambil hikmah bahwa hanya laparlah yang dapat mengekang nafsu. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah agar dapat selalu menjaga diri kita dari godaan hawa nafsu...

Lirboyo, 5 September 2009

Jumat, 21 Agustus 2009

Indonesia Merdeka??!!

Puluhan tahun yang lalu rakyat Indonesia masih terkatung-katung oleh perbudakan Belanda
Puluhan tahun yang lalu Indonesia belum menemukan kembali identitas aslinya
Puluhan tahun yang lalu deru mobil & kapal perang menghiasi keheningan & ketentraman Indonesia
Puluhan tahun yang lalurentetan mesiu & dinamit menjadi sarapan rutin rakyat Indonesia
Puluhan tahun yang lalu para pemudalah yang sibuk mencari celah & merumuskan apakah kemerdekaan itu
Puluhan tahun yang lalu Indonesia tidaklah seperti Indonesia kini

Hingga akhirnya

64 tahun yang lalu semangat pemuda berhasil membuktikan kepada Belanda, bahwa inilah Indonesia
64 tahun yang lalukobar semangat pejuang benar-benar berarti bagi Indonesia
64 tahun yang lalu akhirnya Indonesia menemukan kembali jati dirinya setelah 3,5 abad dikaburkan oleh penjajah
64 tahun yang lalu Indonesia menyatakan kemerdekaannya lewat proklamasi

Indonesia telah merdeka
Indonesia telah bebas
Indonesia telah menemukan haknya kembali
Harapan para proklamator adalah memajukan bangsa
Impian para pahlawan adalah menciptakan generasi penerus kemerdekaan
Cita-cita para pendahulu kita adalah terciptanya Indonesia yang adil & beradab

Indonesia Merdeka!!

64 tahun telah berlalu

Sudahkah kita memenuhi harapan mereka?
Sudahkah kita mewujudkan cita-cita mereka?
Sudahkah kita menjadi generasi penerus bangsa yang adil & beradab?

Lihatlah kenyataan
Para pemuda tidak lagi cinta Indonesia
Para pemuda lupa akan jasa para pendahulunya
Para pemuda mulai malu menyandang predikat sebagai bangsa Indonesia
Para pemuda lebih bangga dengan budaya asing
Para pemuda mulai kehilangan identitas Indonesianya

Inilah tugas kita
Sebagai tunas bangsa
Perjuangan belumlah tuntas
Apakah ini yang disebut
Merdeka??!!

Batur, 16 Agustus 2009

Kamis, 13 Agustus 2009

Hadiningrat emang Ningrat (part II)

Sesampai di pondok informasi yang kudapatkan kusebarkan ke teman-teman yang bersangkutan. Kang Daris, Syueb, kang Juw, kang Juki dll. Walau mendapat nomor akhir ternyata teman-teman tetap semangat ikut lomba ini. Mau tak mau semangatku ikut terlecut karenanya.

Ba'da maghrib diadakan rembugan & latihan lagi sama teman-teman. Formasi pertama terpaksa diubah. Eh bukan terpaksa ding, aku dengan senang hati melepas posisi dari vokal menjadi penabuh. Kang Marzuki, kang Juweni & kang Huda yang bertugas memegang mic. Aku, Syueb, Ahmad, kang Daris, kang Tohir & Saiful memegang alat. Kali ini ditambah gebrakan baru, ada penari latar tapi cuma satu orang. Narinya juga bukan cuma duduk, harus atraktif, bisa berdiri, berjalan dll. Yang beruntung menjadi personel baru ini adalah Abror.

Sebelum berangkat kita mendapat panggilan dari kantor untuk segera berangkat ke lokasi lomba, mengingat waktu semakin malam. Setelah siap, kami bareng-bareng ke muktamar nyepeda. Aku sempatkan ngabari Nunuk lewat HPnya kang Huda. Mbok menowo nanti ada temanku yang lihat. Sayang ternyata nomor yang aku tuju salah. Gak nyampe deh smsnya...

Aku dibonceng Abror yang memakai sepeda Fatah. Tanpa basa basi kami langsung menuju tempat acara & memarkir sepeda-sepeda di dekat standnya Zaki. Kali ini Ahmad yang turun tangan mendaftar ulang. Dan darinya kita mendapat nomor 11 untuk tampil dipanggung. Saat itu adalah penampilan ke 7. Jadi kita masih bisa santai dulu. Walau begitu kami harus tetap stand by bersama bersama yang lain. Kami semua ngumpul di samping panggung.

Penampilan demi penampilan memukau sempat membuat kami minder. Banyak grup-grup yang kreasinya bagus-bagus, meskipun tidak memakai alat elektronik. Inilah aspek nilai tertinggi, inovasi. Kami dituntut bisa memberikan sesuatu yang berbeda. Tak heran peserta-peserta lain banyak memakai variasi. Baik intro dengan terbang rancak maupun kalem, suluk-suluk, dll. Tak sia-sia kami mengikuti kontes ini. Banyak ilmu yang kami peroleh.

Beberapa puluh menit kemudian tibalah giliran Hadiningrat menunjukkan kebolehannya. Mbak MC memanggil kami. Dengan langkah mantap kami injakkan kaki di atas tangga & panggung. Tak butuh waktu lama kami menata diri. Setelah dipersilakan kami mulai aksi kami.

Sorak sorai membahana di bawah kami. Ketika nama grup kami dipanggil ternyata banyak cah-cah pondok yang berkali-kali meluncurkan gojlokannya. Haye kaya kiye, kata mereka. Selain gojlokan, suporter HY yang dikoordinir oleh Obed juga turut meramaikan aksi kami. Jadi ketika kami tampil kesan lenggang sama sekali tidak terasa. Mungkin saja karena memang teman-teman dari personel Hadiningrat orangnya heboh-heboh.

Kang Marzuki membuka aksi dengan salam kemudian disusul dengan intro terbang. Setelah itu disaut kembali dengan suluk Ya badrotim. Lagu wajib Ya Badrotim sengaja kami menggunakan nada njowo banget. Gak salah kan kalo namanya Hadiningrat. Variasi dalam lagu ini juga lumayan sip. O iya Abror sang penari tuggal mengunjukkan aksinya saat terbang pertama dalam lagu ini ditabuh. Dia berdiri memakai gamis & surban serta memegang icik-icik. Peh, aku tidak berani melihatnya, takut buyar konsentrasiku.

Lagu kedua yang kami bawakan adalah Alfa Shollaloh. Sengaja kami memilih lagu ini karena juga banyak variasi berhentinya. Sekilas aku melihat Obed & teman-temannya berjoget di depan juri. Lha ketika kami semua berhenti ndillalah posisi mereka sedang berdiri satu kaki. Brek...! terbang berhenti seketika itu mereka berlagak jadi patung. Duh, dasar ada-ada saja ulah mereka. Aku hampir kehilangan konsentrasi karenanya.

Tak lama kemudian penampilan kami selesai. Tepuk tangan membahana di bawah panggung. Mbak MC mempersilakan turun. Akhirnya kami bisa bernafas lega. Alhamdulillah semua berjalan sesuai gambaran.

Sekian lama kemudian pengumuman pemenang langsung dibacakan oleh Pak Bustanul Arifin. Kami semua sudah berkumpul di dekat sepeda. Pak Bus memberikan kesan & pesan terlebih dahulu.

Dari ke 12 peserta diambil 6 besar. Masing-masing mendapat trophi, piagam & uang pembinaan. Pak Bus terlebih dahulu membacakan nilai ke 6 besar. Dan setelah itu satu persatu dibacakan dari belakang. Dari 6 sampe 3 Hadiningrat belum juga disebut. Kami hampir putus asa. Akan tetapi takdir berkata lain. Pak Bus mengumumkan bahwa Hadiningrat, nama raja Pajang berhak mendapat nominasi ke 2. sontak kami berjingkrak gak karuan, campuran anatara kaget & senang.

Sebagai perwakilan yang maju ke depan mengambil hadiah secara simbolis adalah kang Marzuki. Kali ini kami benar-benar baru bisa bernafas lega. Hadiningrat berhasil mengharumkan namanya & HY. Dan kenyataannya Hadiningrat memang ningrat...

Minggu, 09 Agustus 2009

Filosofi Tak Gendong

Tak gendong ke mana-mana...
Daripada kamu naik pesawat kedinginan
Mendingan tak gendong to, enak to, mantep to
Ayo ke mana....

Where are you going?
OK I am booking
Where are you going?
OK my darling

Siapa pula yang belum tahu lagu unik dari seniman nyentrik asal Mojokerto ini? Hampir seluruh lapisan masyarakat tahu dia. Mbah Surip, seniman berambut gimbal ini memang sedang tenar-tenarnya. Bagaimana tidak, tak gendong dapat kita jumpai di mana pun. Banyak orang terhibur karena lagu tersebut. Akan tetapi siapa sangka dibalik kejenakaan lirik lagu Mbah Surip tersimpan filosofi kehidupan khas Mbah Surip yang begitu dalam.
Secara keseluruhan lirik dalam lagu ini mengajarkan kita kesederhanaan. Lihat saja Mbah Surip yang lebih memilih digendong dari pada naik pesawat. Tentu saja mbah tidak akan begitu jika perjalanan yang ditempuhnya memang memerlukan pesawat :P.
Mbah Surip tampak sangat loyal sekali dalam membantu sesama. Mbah tanpa pamrih selalu menawarkan jasa gendongnya. Walaupun kita sendiri tahu mbah sudah sepuh. Hehehe. Lihat saja lirik, mendingan tak gendong to. Seakan Mbah Surip mengajarkan kepada kita betapa pentingnya menolong sesama. Walaupun justru kita yang sebenarnya butuh pertolongan. Baik yang kita tolong sedang tidak membutuhkan kita, terlebih saat membutuhkan.
Selain itu tak gendong juga mengajarkan kita arti gotong royong. Betapa pentingnya kerja tim dalam mengatasi suatu masalah. Bagaimana bukan kerja tim, jika kita menawarkan jasa gendong tetapi kita tidak kuat untuk menggendongnya sendiri. Tentunya di sini kita memerlukan bantuan dari yang lain. Lihat saja lirik, daripada kamu naik ojek kesasar. Di sana tergambar motivasi seseorang kepada temannya, bahwa selalu ada bantuan dari resiko suatu pekerjaan. Teman kita mengingatkan kita akan bahaya yang akan kita hadapi jika kita salah memilih. Sekali lagi Mbah Surip mengajarkan kita aspek terpenting dalam kehidupan, persahabatan.
Lewat lagu ini juga mbah berpesan untuk mensyukuri karunia Allah dengan memanfaatkan apa yang ada dalam diri kita sendiri. Mbah Surip lebih memilih menggunakan tenaganya sendiri daripada repot-repot naik ojek. Menggendong tentunya menggunakan tenaga kita sendiri tanpa merepotkan orang lain. Selain itu secara tidak langsung kita juga sedang berolahraga. Akan tetapi bagi fisiknya sudah tidak pantas lagi untuk menggendong tentunya jangan terlalu memaksakan. Olah raga tidak hanya menggendong bukan?
Filosofi yang lainnya adalah lewat tak gendong ini Mbah Surip mengajarkan kita untuk selalu menggendong akhlak, iman & Islam kita. Mungkin mbah sangat memprihatinkan kondisi masyarakat kini yang sudah mulai menanggalkan jubah akhlaknya. Lihatlah, di mana-mana tindak kriminal terus terjadi tiap hari, tak ada sekat antara orang tua dengan yang lebih muda, budaya malupun mulai malu untuk dikenakan. Bukankah ini semua telah menyimpang jauh dari ajaran, adat & budaya timur yang begitu menjunjung tinggi kesopanan.
Lewat tak gendong ini secara implisit Mbah Surip ingin agar kita, penggemar & pendengar lagu mbah kembali menjunjung budaya kita sendiri. Juga mbah ingin kita selalu menggendong budaya, produk & aset bangsa kita sendiri. Intinya Mbah Surip menginginkan kita back to ourself. Yang akhirnya bangsa kita dapat tersenyum kembali & mengucapakan I love you full kepada kita semua.
Sosok Mbah Surip yang nyentrik memang bisa kita jadikan teladan. Di usianya yang sudah tergolong senja Mbah Surip tak pernah bosan untuk berkarya & berkarya, kalau perlu hingga nafas terakhir berhembus. Itu sejalan denga tuntutan Islam, bahwa tak ada batasan umur dalam mencari ilmu.
Mbah Surip adalah fenomena. Mbah Surip adalah salah satu putra bangsa yang membuktikan bahwa untuk bisa menjunjung bangsa tidak perlu menunggu berada di titik puncak. Bahwa akar rumput pun bisa menorehkan sejarah berharga bagi bangsanya. Dengan pembawaannya yang apa adanya, sederhana & cuek Mbah Surip ingin menyemangati kita, para akar rumput untuk terus berkarya & mengharumkan nama bangsa. Mbah Surip adalah akar rumput sejati yang berhasil meroket hingga membelah angkasa Indonesia. Mbah Surip adalah akar rumput fenomenal dengan segala kenyentrikan & filosofi yang sarat makna.
Selamat jalan Mbah Surip. Doa kami menyertaimu. Kini mbah tak perlu menggendong lagi. Biar kami, generasi muda yang menggendong amanat bangsa ini untuk bisa harum ke mana-mana...

Batur, 9 Agustus 2009

Minggu, 26 Juli 2009

Rebana Hadiningrat emang Ningrat...

Dalam rangka HUT Lirboyo ke 99 di area Muktamar diadakan berbagai lomba. Salah satunya adalah lomba Musik Islami Tradisional. Informasi yang kami peroleh dari pak Jalal hanya kapan pelaksanaan lomba tersebut. Rebana Hadiningrat dipercaya untuk mewakili HY dalam ajang musik ini. Awalnya kami sempat berpikir dua kali karena maju bukan atas nama kamar melainkan atas nama pondok. Akan tetapi karena sudah diserahkan keada kami, kami tetap bulat akan ikut berkompetisi. Mungkin saja akan terjadi kesenjangan sosial di kalangan teman-teman HY. Tapi bukankah resiko memang selalu ada? Gak papalah.

Karena kekurangan informasi, kang Daris langsung menghubungi sekretariat lomba di Kantor Pramuka. Aku , syueb dan kang Daris berangkat saat malam pembukaan bazaar. Kang Daris sendiri yang masuk menghubungi panitia. Dari kantor pramuka kami mendapat informasi bahwa lomba akan dilaksanakan di gedung anNahdloh pada jam 8 pagi dengan peserta hanya yang bersekolah dan berdomisili di PP. Lirboyo. Personel maksimal 8 orang dengan tanpa alat musik elektronik. Dari situ kesimpulanku pelaksanaan lomba tidak seperti tahun lalu. Karena tahun lalu syarat peserta tidak dibatasi hanya dari Lirboyo, yang penting masih kawasan Kediri dan sekitarnya dan jumlah personel maksimal 13 orang (kalo gak salah). Tahun lalu ArRimval yang dipercaya untuk mewakili HY. Rebana Jabal Rochmah dari SMALA juga ikut. Lomba Rebana kala itu benar-benar meriah. Alhamdulillah tetap menadapat nominasi walaupun hanya sebagai juara favorit. Sayang pas naik teman-teman J Roch banyak yang gak tahu. Padahal aku sudah menghubungi mereka.

Dengan berbekal info dari pramuka kami malah gak terlalu ngoyo untuk latihan. Karena cuma lingkup Liboyo. Toh lawannya juga santri-santri Lirboyo. Malah kalau kuhitung latihannya cuma seadanya. Hanya 2 hari. Itupun terkesan kurang maksimal.

Sehari menjelang hari H kami tidak latihan sama sekali. Hanya kang Daris dan aku yang ngumpul guna merancang lagu dan penampilan besok. Kesimpulan dari rembugan kecil ini aku, kang Juweni, dan kang Mahfud bertindak sebagai vokal. Sementara kang Daris, Syueb, kang Tohir, Ahmad dan Saiful yang megang alat. Kang Marzuki, sang vokalis senior kamar Solo gak bias ikut karena kebetulan bersamaan dengan her ujian.

Pagi menjelang lomba kami sempatkan latihan dadakan. Personel masih saja belum komplit. kang Juweni sedang makaryo dan kang Mahfud masih ada urusan sowan. Lagu Ya Badrotim sebagai lagu wajib teman-teman sudah paham dan lumayan lancar karena latihan pertama kemarin lagu inilah yang dilalar. Kami lebih fokus ke lagu kedua, Alfa Shollalloh. Dua lagu yang kami bawakan memang lebih banyak variasinya. Menjelang latihan selesai kang Juweni datang. Kami melanjutkan latihan dengan tambahan personel, tapi cuma sebentar. Setelah itu siap-siap karena lombanya sebentar lagi. Sebagai pencari informasi sekalian daftar ulang adalah kang Daris.

Sekian lama kami menunggu, kang Daris datang dengan tangan kosong. Lokal anNahdloh yang akan digunakan sebagai lokasi lomba malah digunakan sebagai tempat ujian her. Katanya malah diminta bertanya panitia di kantor Pramuka. Sampai di sana nihil juga. Entah karena manajemennya yang kurang baik atau kang Daris yang kurang mencari info. Karena tak ada informasi lebih lanjut kami malah leyeh-leyeh dulu. Sekian lama menunggu lagi ternyata dari pondok tetap gak ada info. Akhirnya pukul setengah sepuluh aku sendiri yang turun tangan menuju lokasi lomba.

Lewat anNahdloh teryata memang benar, lokalnya dipakai untuk ujian semua. Begitu sampai pramuka aku langusng diminta masuk ke studio Elsa. Selain rebana aku juga cari info lomba presenter. Eh, malah cuma dapat nomor lomba presenter. Urusan rebana ternyata panitia di sana malah gak ada yang tahu sama sekali. Sudah begitu selama 20 menit aku di sana malah terkesan ditelantarkan. Orang-orang macak sibuk dengan urusannya masing-masing. Entah benar-benar sibuk atau cuma nggaya sibuk biar dikira orang penting. Akhirnya lagi-lagi dengan tangan kosong tentang rebana aku pulang dengan hati dongkol.

Sampi pondok nomor yang kubawa kuserahkan ke kang Thohir. Lomba presenter kali ini HY diwakili oleh kang Thohir, Ca' Upid dan Lik Bir, dengan sebutan 34 (Tiga Sekawan). Begitu tahu dapat nomor mereka langsung mengadakan latihan dadakan. Tak lama kemudian dari radio kami dapat info bahwa lomba presenter sudah dimulai. Tak ayal para calon presenter ini macak seaneh-anehnya dan berangkat.

Kami yang masih di pondok mendengarkan aksi mereka lewat radio Elsa Lirboyo. Ternyata teman-teman dari HY malah peserta perdana. Artinya belum ada peserta sama sekali yang maju. Oleh pemandu acara dandanan mereka dikomentari. Katanya gaul baget untuk ukuran santri, pake calana potelot je. Setelah tu kang tohir, ca' upid dan lik Bir mengunjukkkan kebolehannya.

Kami terpingkal-pingkal mendengar ocehan 34. Semua berlagak sebagai presenter, padahal dalam peraturan lomba dari 3 orang 1 orang sebagai presenter sedang 2 lainnya sebagai narasumber. Walau begitu kami tetap terhibur dengan banyolan khas ca' Upid & kang Tohir, WaZyik yo.... hehehehe

Sekian lama kemudian setelah semua peserta mengunjukkan kebolehannya pengumuman langsung diudarakan. Tahu gak ternyata Tiga Sekawan juga dapat juara, nomor tiga nda. Wah bener-bener gak nyangka dee..

....

Waktu mendengarkan celoteh peserta lomba kang Huda di sms pak Fata kalo lomba rebana baru membuka daftar ulang siang jam 2. wah, malahane bias istirahat. Siang itu juga aku sendiri yang turun tangan mendaftar ulang rabana kami. Aku nyepeda sendiri menuju An Nahdloh. Karena menurut informasi yang kami dapat lomba dilaksanakan di halaman gedung anNahdloh. Sampe sana ternyata di luar dugaanku, sepi. Di lsapi demikian. Masya Allah sebenarnya jadi tao gak to lombanya, aku sempat nggrundel sendiri. Lha pas mau pulang sayup-sayup aku mendengar suara klotekan. Jangan-jangan lombanya di panggung. Langsung saja kugenjot ontel kang juw ke arah lapangan. Dan ternyata ya. Ada grup rebana yang sedang mengunjukkan kebolehannya di atas panggung. Tapi kok aneh, mana panitia & santrinya? Orang-orang yesnya pake celna panjang semua, hanya satu dua yang bersarung. Malah ada ceweknya juga. Aku sempat ragu untuk bertanya, jangan-jangan bukan ini. Tapi sudah kadung sampe sini, masak gak membawa hasil. Kuberanikan saja untuk bertanya dengan orang-orang yang ada di bawah tenda.

Yang kutanya adlah seorang perempuan. Darinya aku memperoleh informasi kalo lomba musik tradisional ini diadakan oleh radio bonanza bareng pondok lirboyo. Pesertanya umum dan maksimal pesertanya bukan 8.ketika kuberitahu perwakilan dari HY, mbaknya malah bingung, kok gak ada. Ternyata kami belum terdaftar. Syukurlan oleh mbaknya aku tetap boleh mendaftarkan Hadiningrat. Mbak yang satunya ketawa mendengar nama rebana kami. Ningrat semua to mas?, tanyanya. Hehehehe.

(to be continued)

Minggu, 24 Mei 2009

Krisis dalam Pendidikan

Suatu negara tidak akan bisa bangkit dan maju tanpa adanya pendidikan. Dalam mengupayakan pendidikan ada banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah. Salah satunya mengadakan & membuat fasilitas pendidikan, baik berupa sekolah, perpustakaan, ataupun mengadakan penyuluhan-penyuluhan langsung kepada masyarakat. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan dapat menjadikan masyarakat lebih berpikir maju. Sehingga pembangunan & kemajuan bangsa dapat diraih. Karena bagaimanapun juga pelaku Negara atau masyarakat (rakyat) merupakan faktor penting, bahkan lebih penting dari para pencetus sistem pendidikan di negara. Karena jika rakyat maju secara otomatis bangsa juga ikut berkembang.
Sayang tidak semua orang/masyarajkat berpikir betapa pentingnya pendidikan. Bahkan tak jarang ada yang mengatakan pendidikan (sekolah) hanya membuang uang & waktu saja. Toh setelah selesai tak ada perubahan berarti. Bagi yang pengangguran tetap pengangguran, yang kuli tetap kuli, yang pekerja kasar tetap pekerja kasar. Lebih baik mengasah ketrampilan & keahlian yang dimiliki agar bisa meneruskan perjuangan orang tua mencari nafkah. Benarkah anggapan seperti itu? Anggapan tersebut hanya akan muncul dari orang yang memandang sempit kehidupan dengan dipenuhi perasaan pesimis.
Masyarakat beranggapan demikian tentu saja tak sekedar bicara. Mereka melihat & merasakan realita bangsa ini. Bahwa begitu banyak lulusan sarjana yang masih bingung akan masa depannya. Suram. Lantas bagaimana tidak pesimis dengan adanya fakta menyedihkan ini? Siapa yang salah?
Sebenarnya tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Introspeksi ke pribadi masing2-masinglah yang diperlukan. Dengan bermuhasabah maka akan timbul kesadaran dengan sendirinya. Jika sudah seperti itu kita bisa merasakan kekurangan masing-masing aspek, masyarakat, & sistem pendidikan.

Kekurangan dalam pendidikan formal
Pendidikan di Indonesia ada 2 macam, formal dan nonformal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang mengikuti sistem & aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Lembaga pemerintah membentuk depdiknas & depdikbud sebagai pengatur sistem pendidikan formal tersebut. Dimulai dari yang terendah, SD hingga perguruan tinggi mengikuti sistem & kurikulum yang ditetapkan kedua departemen tersebut. Dalam membentuk sistem & kurikulum Indonesia banyak mengaca pada negara-negara maju. Amerika, Belanda, Jepang, Inggris dijadikan pembanding sistem pendidikan. Hal tersebut dapat dimaklumi karena Indonesia merupakan Negara yang masih berkembang. Pantas jika ingin meniru negara-negara lain yang lebih maju. Tak terkecuali pendidikan. Negara-negara maju begitu mengutamakan sains, IPTEK, & seni sebagai faktor utama kemajuan. Disadari atau tidak dampak terlalu mendahulukan ketiga aspek di atas dapat memudarkan faktor terpenting dalam dunia pendidikan, hati (tata karma).
Hati bisa diidentikkan dengan perasaan. Di dalamnya terdapat banyak hal agar hati dapat mencapai tujuannya 100 %. Sebagai manusia yang diberikan nafsu oleh Allah, perasaan (hati) merupakan pengendalinya. Nafsu identik dengan hal-hal yang dapat berdampak negatif bagi kita. Karenanya Allah menciptakan perasaan yang berisikan hal-hal positif dariNya untuk mengekang nafsu. Diantara yang dapat menjadikan hati mampu mengendalikan nafsu adalah agama & akhlak. Facktor penting inilah yang menjadi kekurangan dalam pendidikan kita. Apa gunanya ilmuwan jika tak punya akhlak? Apa jadinya seniman yang buta akan agama? Apa jadinya pejabat yang tak berakhlak? Maka dari itu seharusnya pendidikan yang lebih diutamakan pertama kali adalah pendidikan hati, agama, & akhlak.

Pendidikan agama di masyarakat
Pendidikan agama seharusnya merupakan pendidikan pertama yang diterima seorang anak didik. Di sini tidak membatasi umur berapapun. Bahkan sejak kecil kita minimal memang harus mulai tahu agama. Tak heran banyak orang-orang tua yang memberikan pendidikan agama sejak kecil, baik itu orang tua sendiri yang mengajarkan atau disekolahkan di TPA, TPQ, atau madrasah. Minimal seorang anak mengerti mana yang baik & buruk. Dengan menanamkan nilai-nilai agama sejak dini kepada anak menjadikan anak akan selalu berpikir sesuai hati nurani sebelum bertindak. Baik atau burukkah yang dilakukannya? Kebiasaan menuruti hati nurani tersebut akan selalu lestari jika benih-benih agama yang telah ditanamkan di hatinya selalu dirawat dan dipupuk. Karenanya pendidikan agama bukan sebatas TPA saja. Para remaja & orang-orang tua pun juga selalu membutuhkan siraman rohani agar perilakunya sesuai dengan rel yang ditetapkanNya.
Akan tetapi ternyata yang terjadi di masyarakat justru sebaliknya. Pendidkan agama hanya diajarkan pada waktu kecil. Jika sudah besar mereka melupakan agama & mulai menekuni ilmu-ilmu baru. Sains, teknologi, sosial, ekonomi, matematika dll. Siraman rohani hanya ditanamkan ketika TPA, setelah SMA hingga perguruan tinggi siraman duniawilah yang diutamakan. Maka jangan heran jika banyak seklai orang pintar, cerdik, pandai di negeri ini yang tak berakhlak & berhati nurani. Akibatnya Indonesia kehilangan identitasnya sebagai negeri gemah ripah loh jinawi yang begitu menjunjung tinggi sopan santun.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia
Agama islam memang bukan agama asli Indonesia. Islam masuk pertama kali sekitar abad pertengahan yang mana pada masa itu agama Hindu & Budha yang mendominasi wilayah Indonesia. Jadi Islam merupakan agama baru bagi Indonesia dulu. Akan tetapi agama inilah yang memberikan pencerahan, kedamaian, & keteraturan bagi masyarakat Indonesia hingga kini. Tak lain adalah karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta tak lepas dari peran para penyebar islam di tanah air.
Dalam menyebarkan agam islam para walisongo menggunakan metode dakwah dengan langsung terjun ke masyarakat & mendirikan lembaga pendidikan. Metode pendidikan yang digunakan para walisongo merupakan hasil akulturasi budaya timur tengah (asal walisongo) dengan Indonesia. Metode tersebut terbukti sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia. Karenanya hingga kinipun masih tetap lestari buah pikiran para wali ini.
Salah satu lembaga pendidikan yang tetap eksis menggunakan metode walisongo adalah pesantren, khususnya pesantren salaf. Ciri khasnya antara lain mengambil rujukan dari kita-kitab para ulama salaf, menggunakan aksara pegon buah karya Sunan Ampel, selalu menerapkan sikap tawadhu’ & qona’ah, & ta’dhim kepada guru. Sebenarnya pelajaran paling penting yang diajarkan di pesantren adalah masalah aqidah & akhlak. Kedua aspek ini tidak banyak membutuhkan teori, karena metode prakteklah yang harus digunakan. Dalam menerima santri seorang kiai lebih memperhatikan akhlaqul karimah santri daripada kecerdasan otak. Tak jarang di mata masyarakat pesantren merupakan wadah pembentuk akhlak. Bahkan bisa dikatakan sebagai tempat rehabilitasi bagi santri-santri yang tergolong nakal. Hingga kini mata pelajaran akhlaklah yang menjadi ciri khas pesantren. Hal ini sejalan dengan budaya Indonesia yang menjunjung tinggi sopan santun.

Globalisasi Pesantren
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan dengan perkembangan teknologi adalah berbanding lurus. Pendidikan akan ikut berkembang jika sebuah bangsa maju. Begitu pula pendidikan pesantren. Di era teknologi ini pesantren mulai membenahi kesan udiknya dengan mengambil hal-hal positif dari globalisasi. Kini banyak ditemui berbagai pesantren yang mulai memasukkan teknologi dalam sistem pendidikannya. Tak jarang pula ada pesantren yang menggunakan kurikulum internasional dalam pendidikannya. Disadari atau tidak lama kelamaan tradisi pesantren mulai terkikis.
Banyak pesantren yang lebih mengdepankan keilmuan duniawi. Kajian kitab kuning & tradisi ulama salaf dijadikan sambilan. Negara-negara barat dijadikan rujukan. Lantas bagaimana nasib pendidikan pesantren rintisan walisngo?

Peran Pesantren (Salaf)
Melihat kenyataan bahwa mulai tergerusnya nilai-nilai pesantren maka seyogyanya kita sebagai warga pesantren melakuakan pelestarian kembali. Agar identitas pesantren sesungguhnya tidak hilang ditelan zaman. Syukurlah hingga kini masih ada pesantren yang tetap memegang teguh sistem pendidikannya dengan tidak mencampuradukkan sistem pesantren dengan kurikulum pemerintah. Pesantren mengambil masukan yang bias berdampak positif kini dan nanti.
Sebagai santri, kitalah penyambung mata rantai tradisi ini agar tidak punah. Kita seharusnya tidak minder & malu sebagai santri. Yang kadang dicap udik, dibilang kolot, disebut tak berpendidikan. Biarlah anggapan masyarakat tentang santri. Memang sudah menjadi ciri khas bahwa sikap tawadhu'lah yang selalu menonjol dari santri. Yang mana dibalik itu semua tersimpan cahaya agama & lautan ilmu yang berguna untuk menyeimbangkan kebobrokan zaman.
Mari lestarikan kembali nilai-nilai pesantren.

Lirboyo, 26 Mei 2009

Kamis, 21 Mei 2009

Merenungi 100 tahun Kebangkitan Nasional

Bangkit itu. .
Susah
Susah melihat orang susah
Senang melihat orang senang

Bangkit itu. .
Takut
Takut korupsi
Takut makan yang bukan haknya

Bangkit itu . .
Mencuri
Mencuri perhatian dunia dengan prestasi

Bangkit itu . .
Marah
Marah karena harga diri bangsa dilecehkan

Bangkit itu . .
Malu
Malu jadi benalu
Malu karena minta melulu

Bangkit itu . .
Tak ada
Tak ada kata menyerah
Tak ada kata putus asa

Bangkit itu . .
Aku
Untuk Indonesiaku

oleh Deddy Mizwar (100 tahun Harkitnas)

Minggu, 17 Mei 2009

Tujuanku.....

Tujuanku yg sebenarnya ke Kediri tuh utk mondok di Lirboyo sekaligus melanjutkan sekolah di SMA. Kenapa Lirboyo? Bukankah masih banyak pesantren lain yg dekat dengan rumahku di Klaten? Kenapa pula harus bersekolah di Kediri? Bukankah Klaten justru letaknya sangat strategis sebagai kota pendidikan, kan deket Jogja & Solo. Kalo alasan yg valid sih aku juga kurang tahu kenapa aku bisa sampai terdampar di Lirboyo. Tapi yg pasti tujuanku ke sini utk mendalami Ilmu Agama lebih lanjut guna meneruskan perjuangan dalam menegakkan Islam di lingkungan keluargaku. Jadi bukan utk berSMA di sini. Yo intinya mondok sambil sekolah, bukan sekolah sambil mondok. Moga2 aja itu bukan Cuma2 kata yg terucap tok. . .

Perlu diketahui Batur, desa tempat aku tinggal masih sangat kental tradisi Islamnya juga semangat gotong royong & persatuan sangat dijunjung tinggi di sana. Alhamdulillah sampai sekarang pun kondisi seperti itu masih bisa bertahan dengan baik. Lha agar tradisi & nilai2 agama Islam tidak luntur karena derasnya arus perkembangan zaman tentunya membutuhkan kader2 penerusnya. Maka dari itu salah satu -dari banyak- visiku tuh utk menjadi kader penerus bagi masyarakat, minimal di desaku sendiri.

Tak terasa sudah 3 tahun aku menimba Ilmu si Kediri. Dan setelah kuteliti lebih lanjut ternyata apa yg kudapatkan dari sini tuh masih jauh dari standar. Bener! Aku merasa masih ada ruang kosong yg ingin diisi. Tapi aku gak tahu apa itu. Selulus dari SMA kemarin aku sempat bimbang, mau meneruskan kemanakah aku? Tetep mondok atau kuliah? Setelah melalui proses yg panjang dengan dorongan & pertimbangn pihak2 yg penting, aku memutuskan utk tetap di Kediri. Otomatis belum kuliah. Karena dari dulu aku ingin kuliah di Jogja. Kemudian timbul masalah lagi, mau ke madrasah Induk atau tetep di HY? aku kan sudah tamat madrasah Hy, otomatis masuk Tsanawi. Lha yg jadi pertanyaan tuh mau ke Tsanawi Induk atao HY. kalo di HY diusahakan harus bersekolah atau kuliah. Trus kalo di Induk harus bisa lulus ujian masuknya. Untuk bisa masuk ke Induk syaratnya adalah hafal nadzom Alfiyah 350 bait, bisa baca kitab kuning yg gak ada tanda bacanya sama sekali, & lulus tes tertulis. Aku sempet pesimis dengan kemampuanku. Dan ternyata itulah yg membuatku kalah sebelum bertanding. Aku menunda keberangkatanku ke Induk hingga tahun depan. Jadi utk tahun ini aku tetep di HY. Padahal harapan ortu & ustadzku aku harus bisa ke Induk. Tapi sayang negatif thinking tadi membuyarkan rencana beliau2. Makanya buat Kamu yg masih puanjang jalannya, apalagi masih SMA jangan sampai ada perasaan pesimis deh utk meneruskan jalan panjangmu. Rugi & bakal menyesal. Yg penting ”Rencanakan kerjamu & Kerjakan rencanamu”.

Karena masih di HY aku ingin memanfaatkan waktu luang utk ikutan kursus komputer di daerah Kediri. Di induk gak boleh ndobel. Para santri hanya dicekoki ilmu agama tok. Dan finalnya aku positif masuk ke El Rahma. Ada beberapa alasan aku masuk ke sana. Pertama karena biayanya yg relatif lebih murah jika dibandingkan dg Lembaga Pendidikan lainnya & kedua karena kebetulan di sini juga ada temanku, Linda & Nunuk. Aku bener2 gak nyangka bisa kumpul lagi sama mereka.

Wah dari tadi cerita melulu, sampe keterangan madrasah Induknya ketinggalan...

PP Lirboyo mempunyai banyak pondok2 unit. walaupun podoknya banyak ternyata madrasahnya hanya satu, yaituMadrasah Hidayatul Mubtadiien (MHM). Tapi itu secara umum tok. Kalo lebih teliti lagi sebenarnya ada juga madrasah yg lain. Seperti contoh di HY. MHM lebih dikenal madrasah induk. Kurikulum yg digunakan berbeda sekali dengan sekolah2 pada umumnya. Di sini kamu gak akan menemukan pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Matematika, dkk. Di sini hanya fokus di ilmu agama, mulai dari Al Qur’an, Hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqih, Nahwu, & Shorof.

Dari pelajaran2 tadi mungkin yg masih asing adalah Nahwu & Shorof. Maklum saja kalo belum pernah balajar bahasa Arab biasanya belum tahu (bukannya nyindir lho...). Nahwu & Shorof adl ilmu Gramatika Bahasa Arab atao lebih tepatnya Sastra Arab, ada juga yg menjulukinya Ilmu ’Alat (kamsudnya alat utk mendalami ilmu2 yg laen). Keduanya merupakan pasangan yg tak dapat dipisahkan. Kalo keterangan dari ustadz2 sih mereka tuh bagai Bapak & Ibu yg menghasilkan ilmu2 baru sebagai anak2 nya. Nahwu mempelajari kaidah2 bahasa Arab dalam segi lafadz per lafadz. Sedangkan Shorof mempelajari kaidah gramatika Arab dari segi huruf per hurufnya. Gampangane ngono. Pesantren2 di seluruh Indonesia hampir semuanya meletakkan Nahwu & Shorof sebagai salah satu pelajaran wajibnya. Makanya biasanya lulusan pesantren tuh di mata orang2 adalah seseorang yg pandai berbahasa Arab, piawai mentranslate lafadz2 Al Qur’an, sampe2 koyo2 santri tanpa bahsa Arab tuh rasanya hambar. Beberapa alasan kenapa bahasa Arab ditetapkan sebagai ilmu wajib tuh antara lain, Al Qur’an diturunkan berbahasa Arab, Nabi SAW sehari2nya berbahasa Arab, hingga kelak di surgapun bahasa yg digunakan adl bahasa Arab. Jadi Maklum kalo para kyai & ulama meletakkan bahasa Arab sebagai ilmu yg wajib dipelajari. Trus apakah kamu gak tertarik tuh mempelajari bahasa Al Qur’an, bahasa Nabi, & bahasa surga? Kalo bisa belajar dong. Masak kalah sama santri. Hehehe

MHM mempunyai jenjang2 sesuai dengan kecakapan santri. Dimulai dari Ibtidaiyyah utk mendalami Ilmu Nahwu Shorof tadi. Setelah itu masuk ke jenjang Tsanawiyyah utk mendalami lebih Ilmu Fiqh dengan berbekal kecakapan Nahwu Shorof tadi. Kan semua pelajaran di MHM memakai kitab2 yg berbahasa Arab. Dan terakhir adalah jenjang ’Aliyyah utk mendalami Ilmu Tauhid & Tasawuf. Jadi kurikulum yg disusun oleh para pendiri madrasah ini tidak cuma asal menyusun. Tentu saja kurikulum pendidikan di Indonesia juga seperti itu. Penuh pertimbangan dari berbagai orang2 penting dlm kancah pendidikan Indonesia.
Sekarang ini aku masih jenjang Tsanawiyyah itupun bukan di MHM. Tapi sebenarnya sama aja kok pelajarannya. Tadi aku sempat bilang kalo syarat masuk Tsanawi induk tuh hafal 350 bait Alfiyah. Tahu gak Alfiyah itu apa? Heheh. Alfiyah itu nama kitab pelajaran di bidang Nahwu & Shorof. Isinya berupa syair sebanyak 1000 bait. Dan itu pas tes akhir setelah khatam harus bisa hafal semua. Mangkanya aku sempet minder waktu diminta masuk ke Induk. Tapi untuk saat ini dengan langkah optimis tahun depan aku harus bisa masuk ke MHM utk memenuhi harapan kedua ortuku. Mohon doanya ya....

Minggu, 03 Mei 2009

Kullu nafsin dzaiqotul maut…
Kullu syaiin halikun illa wajhahu..
Potongan ayat yang disitir oleh Kang Din ketika mengisi acara inti pada jam’iyyah minggu lalu masih terngiang jelas. Tidak ada yang abadi kecuali Dia, sang pencipta. Semua ini adalah kepunyaanNya, maka jika sewaktu-waktu Allah berkehendak untuk mengambilnya kembali tentulah ikhlas yang harus kita tanamkan dalam hati. Harta benda, lingkungan kita, orang-orang tercinta termasuk nyawa kita sendiri.

HY berduka. Salah seorang santrinya sowan ke haribaan Ilahi. Kang Choiruddin, santri HY yang menetap di kamar Solo itu mendahului kita semua. Sore yang tenang waktu itu tiba-tiba diramaikan oleh kabar duka dari kantor. Aku yang baru bangun dari tidur siang masih belum nggagas berita paling hangat sore itu. Baru ketika mau mandi aku mendengarkan sekilas pembicaraan teman-teman di depan kamar. Kang Din kecelakaan, tangkap telingaku. Seketika kantukku hilang. Aku pun ikut nimbrung dan menyimak omongan cah-cah di teras. Ternyata Kang Din benar-benar kecelakaan, tertabrak bus. Tepatnya di daerah Ngawi ketika dalam perjalanan pulang naik sepeda motor. Dan seketika itu juga, katanya Kang Din langsung meninggal di tempat. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Raut mukaku berubah. Ya Allah baru kemarin rasanya aku nembung sorogan ke Kang Din, hari ini sudah Engkau ambil terlebih dahulu. Ya Allah tak ada yang dapat mengelak dari takdirMu.

Matahari cerah sore itu benar-benar terasa mendung dengan kabar duka dari kamar Solo. Tak ada topik obrolan yang lebih menarik daripada berita duka itu. Kang Din yang terkenal pendiam dan tawadlu’ di pondok HY berkali-kali dikenang kembali masa hidupnya dengan obrolan khas santri. Dulu aku termasuk dekat dengan almarhum, walaupun tidak seakrab teman-teman sebayanya. Kami sering sharing-sharing masalah kami masing-masing. Biasanya Kang Din tanya ini itu tentang perkembangan teknologi di luar, sedangkan aku banyak bertanya tentang hikmah-hikmah para ulama salaf dan persoalan agama yang terus menjadi kontroversi (bid’ah). Kang Din kuakui memang seseorang yang pendiam dan tawadlu’. Kata-katanya hemat dan mengena, jikapun gojlok (biasalah santri) tak banyak yang dilontarkan, selalu melaksanakan tugasnya sebagai sie wesel dengan tanggung jawab, dekat dengan teman-teman yang lebih kecil dan bertanggungjawab sebagai kakak terhadap adiknya di PPTQ. Dengan melihat kenyataan di atas tidaklah salah jika seluruh santri HY berduka. Kata Kiai kami, insya Allah Kang Din khusnul khotimah dan syahid karena meninggal masih dalam rangka menuntut ulumid din.

Semua kehilangan Kang Din. Akan tetapi hilang tetaplah hilang. Manusia tak dapat mengelak, menepis, menambah atau mengurangi takdir, takdir yang telah digariskan Allah dengan kesepakatan kita ketika berada di alam ruh sebelum lahir ke dunia dari rahim ibu kita. Bagaimanapun juga kematian tak perlu ditangisi berlebihan. Kematian merupakan cermin introspeksi kita. Bahwa, siapkah kita menjalaninya? Siapkah kita mempertanggungjawabkan amal kita? Siapkah kita menerima keputusan dari Allah kelak di Yaumul Hisab? Siapkah kita menghadap Ilahi Robbi yang Maha Abadi? Hanya kita sendiri dan Allah yang tahu.

Kematian Kang Din kemarin memberikan pelajaran berharga buatku. Betapa kematian tak pandang bulu. Malaikat Izroil tak mempunyai belas kasihan jika waktu tugasnya sudah tiba. Yang sepuh bisa meninggal, yang tua bisa meninggal, bahkan anak-anak dan bayipun bisa meninggal. Tinggal kitalah yang bisa menilai diri kita sendiri. Sudahkah siap menghadapi kematian di ujung mata? Seperti nasehat Kang Din ketika jam’iyyah minggu lalu, takziyah mempunyai hikmah yang besar. Ketika kita melihat seseorang dalam pembaringan tertutup kain kafan; ketika kita mengiring jenazah menuju pembaringan terakhir; ketika kita ikut atau melihat pemakaman; ketika kita menyaksikan bahwa sang mayit dikembalikan ke tempat asalnya, tanah; ketika gundukan tanah sudah tersusun di atas pembaringannya; itu merupakan isyarat nyata dari Allah. Bahwa kelak kita juga seperti itu. Siapkah kita menjalaninya?
Allahummaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu ya Robb. Selamat jalan Kang Din. Semoga kehidupan terakhirmu kemarin merupakan awal dari kebahagiaan abadimu di sana…

Batur, 2 Mei 2009

Jumat, 24 April 2009

Sanitasi

Kini cah2 HY sudah tak kebingungan lagi mau melaksanakan kebutuhannya sebagi mahluk hidup, buang air besar. Walaupun kedengarannya sepele dan menjijikkan kegiatan yang stu ini amat penting bagi metabolisme tubuh kikta. Beberapa hari tak buang hajat saja bias merogoh koicek yang tak sedikit. Benar2 kita harus bersyukur masih diberi nikmat oleh Allah sehingga tubuh kita dapat terjaga.
Sebagi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan aktifitas buang hajat sepertinya memang diistimewakan dibandingkan dengan aktifitas lainnya. Bagaimana tidak, untuk melaksanakannya saja kita sebagai manusia mempunyai tata cara dan tata karma tersendiri. Terlebih dalam Islam. Nabi SAW sudah memberikan sunah2nya tentang adab2 buang air. Diantaranya di tempat tertutup, jauh dari keramaian, memakai tutup kepala, memakai air bersih atau batu (dan sejenisnya) untuk membersihkan diri, hingga ada doa yang dipanjatkan sebelum dan sesudah buang air.
Seiring dengan teknologi kotoran2 yang notabene hanya mengotori dan menjadi sampah kini mulai diamanfaatkan kembali menjadi barang yang lebih berguna. Pupuk kandang yang dari dulu terkenal sebagi pupuk alami dan paling sehat diantara pupuk2 kimiajuga dari sisa kotoran2 ternan. Tletong sapi yang terkenal dengan baud an bentuknya yang menjijikkan kini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku gas pengganti LPG (Liquid Pretoleum Gas. Semua itu tak luput dari tangan2 kreatif yang tahu dan peduli akan kelangsuingan kehidupan di bumi. Bhawa semboyan ‘selamatkan bumi dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) bukanlah hanya hiasan bibir. Akan tetapi harus lebih ditampakkan dengan perbuata. Betapa Allah menciptakan segala sesuatu tanpa ada kesia2an.
Melihat nilai manfaat yang dihasilkan dari limbah alami dari binatang tersebut, lantas kita berpikir, bisakah kita tidak mengandalkan jsa binatang? Bukankah kita sendiri juga menghasilkan limbah alami? Dan ternyata setelah melalui proses pemikiran dan uji coba yang panjang kotoran manusia juga bia dimanfaatkan menjadi biogas sebagi pengganti LPG. Untuk menghasilkan gas metana/etana yang mudah terbakar tersebut memerlukan proses yang tidak sepele.



Akhir tahun lalu dinas kesehatan (dinkes) dan dinas kebersihan lingkungan hidup (DKLH) kota kediri mengaakan penyuluhan tentang adanya WC sanitasi di HY. WC sanitasi sebenarnya sama seperti Wc pada umumnya, perbedannay terletak pada segi kebersihan dan pengambilan manfaat dari tempat buang air tersebut. Feses manusia yang terkumpul di septictanknya dapat terolah menjadi biogas. Kegiatan ini sebenarnay merupakan promosi agar pihak pondok bersedia mengikuti kontes uji kelayakan untuk selanjutnya dibangunkan WC lengkap dengan pengolah gasnya. Pondk kami bersedia mengikuti kontes tersebut. Aku dulu termasuk yang mengikuti penyuluhan kecil di mushola kala itu. Kata Pak Dinkes contoh pesantren yang sudah menggunakan WC sanitasi ini ada di Blitar dan Tuban. tepatnya dimana aku lupa :p. Dari jumlah kotoran yang ditampung sehari bisa menghasilkan ... liter gas yang mampu menghidupkan hingga 5 buah kompor gas. Coba bandingkan dengan kompor2 lain yang biasanya menggunakan gas elpiji atau kompor minyak. Hemat sekali bukan?

peserta lain yang mengikuti kontes ini anatara lain desa Balowerti dan pondok induk. setelah melalui proses penyeleksian ternyata HY tidak termasuk yang lolos. pondok induk dan desa... lah yang layak mendapatkan bantuan WC ini. akan tetapi ternyata masyarakat desa ... kurang setuju dengan keputusa itu. karena buat dibangun WC yang hanya menjadi hiasan desa saja? bukankah aa yang lebih membutuhkan dan bukankah setiap rumah sudah mempunyaiWC sendiri? Dab ternyata oleh pihak penyelenggara bantuan ke desa ... dialihkan ke HY. Maka sejak awal tahun kemarin HY memugar habis WC lamanya untuk didirikan kembali WC yang lebih layak dari pemerintah.

bangunan yang berdiri sejak tahuun1997 itu dipugar secara bertahap, karena sudah cenderung permanen. Roan demi roan terus dilaksanakan agar bangunan WC rata dengan tanah. Kita warga HY sempat bingung mau buang hajat di mana. Karena WC umum di HY memang hanya itu saja. Bayangkan betapa berjasanya WC itu karena dibutuhkan oleh sekitar 400 santri setiap harinya. Lha jika dipugar habis tidakkah kita kebingungan mencari tempat berak? sebenarnya masih ada lokal WC yang tidak dipugar, tapi cuma ada 2 bilik. Mau ngungsi ke WC unit lain gak penak.

Akhirnyadibangunlah WC darurat di belakang kandang kambing milik Gus Shobir, bersandingan tepat dengan kebun tebu. Wc ini hanya terdiri dari 8 bilik yang nonpermanen, karena hanya digunakan selama pembangunan WC sanitasi. Sekat dan pintunya dari anyaman bambu, baknya dari tong yang kadang penuh kadang kering dan septictanknyalangsung ke kebun tebu. jadi tiap sebulan sekali perlu disedot agar bisa digunakan kembali. kadang aku lebih memilih mengungsi daripada repot di WC gedek ini. Lha piye, kadang pintunya malah sampe rusak lumuten karena kena air tiap hari tang tak sedikit. Apalagi jika malam. lebih baik numpang ke WC pengurus daripada berak di kebun tebu.

tapi itu dulu. Karena pembangunan WC sudah sampai tahap akhir di bulan Maret lalu. Pembangunnannya juga membutuhkan biaya, tenaga, dan pikiran yang tidak sedikit. mulai dari meratakan WC dengan tanah, memindah dapur umum yang nempel dengan bangunan WC, bongkar septictank super besar, hingga hasilnya sebuah lubang menganga lebar sedalam 5 meter teronggok di bekas WC. Dan mulai dari situ pembangunan WC dimulai kembali dari nol. pembuatan ponaasi, liang septictank yang baru, tabung biogas, dan pembangunan WC seperti yang kita kenal pada umumnya. Aku baru tahu kalau ternyata membangun WC sangat rumit. Masya Allah, benar2 manusia tak punya daya dan upaya selain dari Allah semata.

(maaf belom selesai)

Selasa, 07 April 2009

Lelaki melahirkan dan Menyusui

Di zaman sekarang populasi wanita terus meningkat jika dibandingkan dengan pria. Ibu yang melahirkan perempuan lebih banyak. Tidak hanya populasi . Semua aspek di dunia ini tampaknya sudah dikuasai oleh kaum hawa. Pekerjaan, pendidikan, perdagangan, bahkan kriminalitas pun tak luput dari cengkeraman para perempuan.

Sebagai contoh ambil saja salah satu sekolah sebagai pembanding. Jika kita bandingkan jumlah lelaki dan wanita di sekolah tersebut, mulai dari murid, guru, hingga penjaga kantin, jumlah wanita akan lebih banyak. Bahkan tak jarang tugas-tugas kasar yang biasanya dilakukan oleh pak bon (tukang kebun) juga mulai diambil alih oleh perempuan. Benar-benar mengejutkan. Itu masih sekolah umum yang dibuka untuk sisa dan siswi. Perbandingannya paling tidak 3 : 1. Apalagi sekolah yang biasanya hanya dihuni oleh para sisiwi, seperti SMEA. Hampir tak ada siswa laki-laki di dalamnya. Dari perbandingan tersebut dikalikan sejumlah sekolah di kabupaten atau kota yang bersangkutan. Coba pikir, bagaimana kita tidak kewalahan laki-laki makin didesak oleh perempuan.

Ketika SMA, kelasku adalah yang termasuk didominasi oleh perempuan. Akan tetapi perbandingannya hanya 2 : 1. Bukan hanya dalam masalah jumlah, dalam segi prestasi & kerajinan pun seakan-akan hanya milik mereka. Sedangkan kami, para laki-laki sering tak mendapatkan tempat untuk duduk di deretan rangking teratas. Dan ternyata fenomena ini tidak hanya terjadi di kelasku. Ketika rapor akhir semester dibagikan, kami juga akan diberi edaran yang berisi daftar peringkat 3 besar dari masing-masing kelas. Rasanya kecewa sekali ketika tempat-tempat pertama hampir semuanya diduduki oleh perempuan. Bukan kecewa terhadap teman-teman perempuan yang mendominasi, akan tetapi kepada diri sendiri dan teman-teman laki-laki lainnya, kenapa kalah dengan perempuan? Mungkin salah kita juga merasa lebih di atas perempuan. Karena perasaan seperti itu bisa membunuh semangat kita sebagai laki-laki.

Apakah ini termasuk efek dari persamaan gender atau yang lebih tren dengan emansipasi? Mungkin saja ya. Tapi jangan sembarangan menyalahkan begitu saja emansipasi. Lantas salahkah emansipaai itu? Mari kita kupas.

Pada kodratnya semua hal mempunyai pasangan. Satu bagian saling melengkapi bagian yang lain. Karenanya tak ada yang sempurna, karena mau tak mau pasti ada pasangan untuk menyempurnakannya. Semua mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda. Begitu pula manusia yang juga diciptakan berpasangan, laki-laki dan perempuan. Masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda.

Laki-laki biasanya mempunyai fisik tegap, dada bidang dan kadang kekar. Itu sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya, yang membutuhkan tenaga dan pikiran yang lebih. Tak heran jika sosok seperti itu mampu dijadikan sebagai pemimpin. Karena seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab sehingga kemampuan pikiran dan tenaganya harus lebih dari yang dipimpin. Sedangkan perempuan cenderung berkebalikan dengan laki-laki. Tubuh langsing, kulit halus, kadang tinggi semampai. Fisik dan sifatnya tidak sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan berat yang biasa dilakukan laki-laki. Pekerjaannya cenderung ringan dan harus disertai dengan sentuhan perasaan. Seperti merawat anak dan keluarga. Jika perasaan tak diikutsertakan bisa jadi berdampak negatif pada hasil pekerjaannya.


Emansipasi merupakan suatu upaya untuk menyetarakan hak dan derajat. Di mata masyarakat emansipasi identik dengan wanita, karena memang dari dulu sering tidak mendapatkan hak yang sejajar dengan kaum lelaki. Sehingga muncullah emansipasi wanita yang di Indonesia dipelopori oleh RA Kartini, seorang ningrat dari Jepara. Beliau mencetuskan artikel-artikel dan surat dalam bahasa Belanda yang berkaitan dengan ketidakadilan perlakuan antara laki-laki dan perempuan. Mungkin saja sebelum kartini mengoarkan emansipasi sudah ada yang mendahuluinya berusaha menegakkan keadilan. Gerakan ini wajar dilakukan kaum perempuan karena memang dari dulu perempuan selalu dipandang sebelah mata saja oleh orang-orang. Padahal islam sangat menghormati perempuan. Jadi bisa dikaitkan bahwa sebenarnya gerakan emansipasi sudah lebih dahulu dikoarkan Islam. Kita pun harus turut memperjuangkannya kembali agar tak ada kesenjangan sosial diantara laki-laki dan perempuan.

Yang menjadi masalah adalah gerakan emansipasi yang berlebihan yang lebih dikenal dengan feminisme. Paham ini bukan saja menginkan persamaan hak dan derajat, juga persamaan kewajiban dan segala hal dalam kehidupan. Perilaku ini dilakukan karena selain menginginkan hak yang sama perempuan pun juga ingin menjadi sumber nafkah. Dampak dari semua itu perempuan lupa akan tugas utamanya yang mulia, menjadi ibu dan pengendali bahtera rumah tangga. Jika sudah begitu bisa-bisa kelak ada golongan wanita kuli, tukang bangunan dan kegiatan lain yang lebih melibatkan fisik. Padahal seperti yang disinggung di atas pekerjaan perempuan lebih melibatkan perasaan daripada fisik.

Seharusnya tak ada yang perlu dipermasalahkan dari kasus emansipai atau feminisme. Karena Allah Maha Adil, menciptakan laki-laki untuk perempuan dan perempuan untuk laki-laki. Semua saling melengkapi, tak ada yang sempura dan tanggung jawabnya sudah diatur sendiri-sendiri oleh Yang Maha Kuasa. Dalam kehidupan rumah tangga seorang suami bertugas mencari nafkah, membanting tulang untuk menghidupai keluarganya. Tak heran hingga ada yang rela dari pagi hingga malam bekerja demi kelangsungan hidup anak istrinya. Begitulah jika tahu akan tanggung jawab besarnya. Dia takkan seenaknya sendiri main perintah dan akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya.

Tugas utama seorang istri sebenarnya hanyalah sepele, menyenangkan suami. Hanya yang menjadi masalah, bagaimana cara menyenangkan suami? Itu kembali ke rumah tangga masing-masing. Bentuknya pun banyak sekali. Mulai melayani, merawat suami dan anaknya hingga dalam bentuk penghasilan tambahan.

Jadi sebenarnya semuanya akan selaras dan seimbang jika mengetahui tanggung jawab masing-masing. Tak usah repot-repot meneriakkan persamaan gender, feminisme, penyetaraan hak dan kewajiban dll. Karena pada hakikatnya manusia itu sama hanya tanggung jawabnya yang berbeda dan bagamana ia berusaha melaksanakannya sehingga menjadi hamba Allah yang selalu taat kepadaNya. Bukankah derajat manusia di hadapan Allah adalah sama, hanya tingkatan taqwalah yang Dia lihat.

Jika semua tak tahu tanggung jawab dan fungsi masing-masing, hanya menuntut dan menuntutlah pekerjaannya. Dan jika semua sudah saling tuntut dan memaksakan kehendaknya, jangan heran jika kelak ada wanita kekar dan brewok atau juga laki-laki melahirkan dan menyusui.

Kamar solo, 20 april 2009

Minggu, 22 Maret 2009

Kabar Angin

"Pak saya insya Allah pulang hari Selasa malam Rabu," jelasku pada bapak kemarin.

Liburan sudah benar-benar di ambang mata kini. Pikiranku sudah melayang ke kampung halamanku. Apa yang sedang terjadi di sana ya? Adakah yang berubah? Aku benar-benar rindu. Kalau kuhitung 5 bulan lebih aku tak tahu menahu wajah Batur sejak kepulanganku terakhir ketika ada acara besar di desaku.

Aku menyiapkan barang-barang yang akan kubawa pulang. Pakaian, buku, alat tulis, kamera, bahkan sabun tak lupa kumasukkan ke dalam ransel. Lho emang mau ke mana, Mas? hehehe. Rencanaku liburan kali ini aku mau ke Magelang, mengikuti acara khataman sekalian reuni dengan teman-teman SMPku dulu. Aku sangat ingin bisa mengikutinya. Karena sudah 3 tahun lebih aku tak dapat menikmati keramaian dengan teman-teman lamaku di Al Husain. Apa kaitannya dengan sabun? Lha sabun itu mau kubawa saat berada di sana, karena tak ada sabun umum di kamar mandi pondok. Semua mempunyai peralatan mandi sendiri-sendiri. Sudah-sudah, malah ngelantur ke mana-mana.

Aku memeriksa ransel bututku. 3 tahun menemaniku di SMA ternyata telah memudarkan pesona warnanya. Walau begitu tetap mampu membantuku membawa barang-barang beratku selama perjalanan nanti. Kasihan juga sih. Tapi kapan aku membeli penggantinya? Ngatur pemasukan dan pengeluaran uang saku saja susah banget.

Ketika baru akan memasukkan buku-buku penting ke dalam mulut ransel yang lapar, tiba-tiba ada suara memanggilku.

"Min, ada telepon dari bapakmu. Penting," suara pak Imam terdengar di luar kamar ternyata, "teleponnya aneh,"

"Kamsudnya, eh maksudnya?" aku makin penasaran dong.

"Nanti kamu juga tahu sendiri. Ayo sekarang ke kantor," kata pak Imam sambil mengikuti langkahku menuju kantor pondok.

Tumben bapak meneleponku. Biasanya kan aku yang menghubungi rumah jika ada keperluan. Apalagi besok aku berangkat pulang. Wah, sepertinya ada yang tak beres.

"Assalamualaikum," aku memasuki kantor.

"Lha ini pak, Amik masih sehat-sehat di sini," kudengar suara pak Fata bercakap-cakap dengan telepon di dalam kamar kantor.

"Mik, ada telepon dari bapak, " ujar pak Fata sambil menyodorkan HPnya. Oo kukira lewat telepon pondok, "katanya kamu kecelakaan" pak Fata menambahkan.

Ha! siapa bilang aku kecelakaan?. Nyatanya masih sehat wal afiat bisa berdiri di sini kok.

"Pripun Pak?" aku mengecek penjelasan pak Fata

"Gak tahu. Kamu ngomong sendiri saja. Biar jelas,"

Makin bikin penasaran aja sih, batinku.

"Assalamualaikum," aku memulai percakapan.

"Halo, Le, kamu ndak pa-pa to?" suara bapak terdengar bercampur antara khawatir dan lega. (tapi masih banyak khawatirnya..kayaknya lho)

"Nggih Pak, ini saya di sini. Ada apa Pak kok kayaknya khawatir banget?"

"Ya, tapi kamu ndak pa-pa kan?" wah bapak kurang yakin nih.

"Saya sehat-sehat saja kok. Kenapa pak?"

"Alhamdulillah, Le, kalau gitu," sekarang baru kedengaran lega," gini, tadi ada telepon. Ngakunya dari Polresta Kediri. Katanya kamu kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di RS Bhayangkara,"

Deg! tentu saja aku kaget. Siapa yang iseng menelepon hingga membuat bapak khawatir? Nyata-nyata aku masih sehat kok dibilang kecelakaan. Hanya satu kesimpulannya, penipuan.

"Wah, jangan percaya pak. Itu pasti penipuan," ujarku, "lha wong saya masih bisa bicara dengan bapak,"

"Syukurlah kalau itu kabar bohong. Tadi bapak dan ibu khawatir banget, Le,"

"Ceritanya gimana Pak?" mau tak mau aku jadi penasaran karenanya.

"Tadi ada bapak-bapak telepon. Tanya, apa punya anak di luar Delanggu? Tentu saja bapak jawab ndak punya, adanya di Kediri. Lha kok malah setelah itu orangnya ngaku dari Polresta Kediri," bapak membuka ceritanya.

"Dari situ sudah bisa ditebak kalau itu penipuan Pak," timpalku. Kan lucu, tanya pertama Delanggu kok ujug-ujug berubah menjadi Kediri.

"Katanya kamu kecelakaan & sedang dirawat di RS Bhayangkara. Bapak tadi juga diberi nomor telepon dokternya, kalau ndak salah namanya Imam. Bapak coba hubungi ndak bisa. Akhirnya muncul gagasan untuk menelpon pak Zufni, ngecek apa betul kamu kecelakaan," jelas bapak panjang lebar," sebenarnya RS bhayangkara itu ada ndak to di Kediri?"

"Mm.. Ada pak. Itu rumah sakit dari aparat pemerintah,"

"Yang membuat bapak deg-degan kalau beritanya benar, adalah karena kemarin kamu ngabari kalau mau pulang malam ini. Pikir bapak, apa amik kecelakaan saat perjalanan?"

Wah bisa juga ya dugaan bapak. Kecelakaan lalu lintas kan biasa terjadi.

"Katanya tadi sudah menghubungi nomor yang diberikan orang tadi ya pak?"

"Ya, tapi ndak nyambung,"

"Untung saja gitu. Coba kalau nyambung, pasti ujung-ujungnya minta uang,"

"Pikir bapak setelah tahu kamu selamat juga gitu," bapak bercerita lagi, "memang dulu tetangga kita juga pernah ada yang terkena penipuan serupa. Bahkan kabarnya sudah mengirimkan uangnya,"

"Kasihan sekali ya Pak,"

"Alhamdulillah Le, kita masih diingatkan oleh Allah,"

"Nggih pak, Alhamdulillah. Gini saja, nanti bapak coba lacak nomor itu lagi, terus minta keterangan lebih lanjut untuk dilaporkan ke polisi," usulku.

"Ya, nanti bapak coba lagi. Agar kejadian yang sempat menimpa tetangga kita ndak terulang lagi,"

Tak disangka ternyata bapakku hampir menjadi korban penipuan berkedok seperti itu.

"O ya, positif pulang nanti malam to?"

"Insya Allah, Pak,"

"Ya sudah. Hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai rumah. Salam ke pak Zufni ya. Wassalamualaikum..," bapak mengakhiri pembicaraan kami.

Kamis, 12 Maret 2009

Pesantren Manakah yang Relevan untuk Saya?


Waktu aku pergi ke Surabaya aku dapat kenalan dari UNAIR. Kami bertukar pikiran tentang kehidupan kami masing-masing, aku bercerita tentang pesantren dan dia berceloteh tentang kuliah. Dari situ aku juga diberitahu kalau dia juga punya teman dari pesantren. Katanya temannya kalau bicara bahasa Arab paling jago. Di mata masyarakat khususnya pelajar & mahasiswa santri memang dikenal sebagai seorang yang mahir dalam pelajaran bahasa Arab & agama. Bukan saja bahasa Arab, bahkan kadang bahasa asing lainnya seperti Inggris, Jepang, & Mandarin juga mereka kuasai. Akan tetapi benarkah santri di mata mereka, jika kita melihat, merasakan, & hidup sebagai santri?. Mari kita kupas satu persatu.

KuJawab benar tapi masih kurang tepat. Kenapa? Karena ada yang lebih menonjol dalam kehidupan seorang santri jika dibandingkan dengan kamampuan bahasa Arabnya. Disadari atau tidak santri-santri pesantren di Indonesia umumnya adalah seorang yang penuh dengan kesederhanaan, tawadlu', & sangat menghormati guru, orang tua, & ilmu. Maka tak heran jika satu orang santri diletakkan di masyarakat kebanyakan dapat dengan mudah mengenali identitas santrinya. Karena pola hidup santri ternyata memang agak berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Tak heran Gus Dur sampai menamai pesantren sebagai subkultur tersendiri dalam suatu mayarakat (Gus Dur, Esai-Esai Pesantren)

Islam di Indonesia adalah Islam yang dibawa oleh Walisongo & ulama-ulama lain dari Timur Tengah sana. Maka mau tak mau akulturasi budaya tak dapat dielakkan. Lihat saja Sunan Bonang, Sunan Kalijogo, Sunan Drajat, dan Sunan Kudus yang memodifikasi adat, budaya & tradisi jahiliyah masyarakat Hindu Budha di tanah Jawa menjadi tradisi Islam yang sarat dengan ajaran tauhid. Untuk memudahkan menyebarkan ajaran Islam dan mencetak generasi-generasi penerus, beliau para Walisongo juga mendirikan pesantren-pesantren. Islam dengan basis Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan Salafus Sholihin menjadi pedoman pokok pesantren-pesantren tersebut. Seiring waktu berlalu giliran generasi penerus beliau-beliau yang menggantikan melestarikan Islam di tanah Jawa. Kini dapat dijumpai banyak pesantren-pesantren di Jawa yang menganut ajaran Walisongo yang berpedoman dengan ajaran Salafus Sholihin.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang masih bertahan hingga kini. Seperti disebutkan diatas sejak zaman Walisongo pesantren sudah eksis mencetak kader-kader penerus ajaran Rasulullah SAW. Seperti yang kita ketahui pendidikan dengan kemajuan zaman adalah berbanding lurus, artinya jika zaman semakin maju, canggih, & berkembang maka sudah tentu pendidikan juga ikut berpartisipasi berkembang. Begitu pula pesantren. Dari yang dulunya hanya bertempat di surau-surau kecil kini bertempat di gedung-gedung bertingkat banyak, yang dulunya mempelajari kitab kuning kini sudah banyak pesantren yang mengimpor ilmu-ilmu dari barat, dari yang tadinya tadinya berepot-repot menenteng kitab-kitab gede kini cukup menenteng sebuah laptop berisikan paket kitab satu lemari. Itulah dinamisasi pesantren terhadap perkembangan zaman. Akan tetapi ada juga pesantren yang dari dulu hingga kini masih kukuh menjaga pendirian dari perkembangan teknologi & tetap istiqomah menjunjung tinggi sistem pengajaran Walisongo terhadap santri-santrinya dulu.

Pesantren yang mengikuti pergerakan teknologi ini biasanya dinamai dengan pesantren modern. Sebaga contoh adalah pesantren Gontor. Basis pesantren tersebut adalah pendidikan agama yang dipadukan dengan aspek-aspek modern. Seperti mengikuti sistem pendidikan sesuai kurikulum yang ditetapkan pemerintah & mencanangkan bahasa asing sebagai bahasa pokok sehari-hari. Gagasan ini –disadari atau tidak- sedikit menjauh dari pendidikan yang Walisongo terapkan. Keilmuan ilmu-ilmu agama seprti fiqh, 'alat, tasawuf dll kurang bisa berkembang di daerah ini. Tentu saja ada keunggulan dalam sistem pesantren modern ini, diantaranya santri yang lulus dari situ biasanya sudah mahir berbahasa asing & keilmu umumannya (kamsudnya ilmu sekolah umum) tinggi. Tak heran banyak lulusan pesantren modern yang kuliah di PTN-PTN yang tersebar di nusantara. Selain itu manajemen & tata organisasi dalam pesantren cenderung sangat tertata dengan baik. Trus apa lagi ya? Aku juga kurang tahu sih. Yang jelas pesantren yang kini kutempati bukanlah pesantren berbasis modern.

Pesantren Lirboyo merupakan salah satu pesantren tertua di Kediri. Resmi berdiri dengan perjuangan amat berat dari KH Manaf ( KH Abdul Karim) dan istri pada tahun 1910. Pesantren ini menganut sistem salaf sejak pertama kali berdiri. Hingga kinipun metode salaf ini tak banyak berubah. Dawuh mbah Marzuqi (penerus mbah Manaf) metode pendidikan Lirboyo tidak boleh berubah, sekalipun perlu perubahan diperlukan penyeleksian yang ketat terlebih dahulu. Al muhafadzoh `ala al qodim ash sholih wal akhdzu bi al jadid al ashlah, menjaga yang lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Inilah keunggulan Lirboyo, memegang teguh pendiriannya sejak dulu hingga kini melanglang di tengah-tengah masyarakat modern. Perlu diketahui pesantren Lirboyo terletak di daerah kota Kediri, bahkan sangat dekat dengan pusatnya. Lantas bagaimana sebenarnya sistem salaf yang digunakan Lirboyo?

Ulama salaf merupakan salah satu generasi tabi'it tabi'in, yaitu generasi yang hidup & mengikuti pengikut sahabat Rasulullah. Rasulullah bersabda bahwa inilah kurun ( generasi ) Islam terbaik. Kurun ini berakhir pada tahun 300 H. 4 imam mazhab yang menjadi mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal hidup pada zaman ini. Indonesia merupakan negara dengan bermazhab Syafi'i sebagai mayoritas. Karena para Walisongo memang pada umumnya juga bermazhab Syafi`i. Begitu pula Lirboyo. Mazhab fiqh yang dianut adalah mazhab Syafi'i. Keilmuan di Lirboyo sudah dikenal di pesantren-pesantren lainnya. Seperti pada umumnya pendidikan salaf di Indonesia, Lirboyo menerapkan sistem pengajian kitab-kitab kuning dengan cara yang khas. Diantaranya sorogan & bandongan. Sorogan adalah sistem belajar di mana seorang santri membaca pelajaran dan disimak oleh seorang guru. Sang guru bertugas untuk membenarkan apabila salah & menambahi keterangan-keterangan bila perlu. Sedangkan Bandongan adalah sistem pengajaran di mana seorang guru/ustadz/kiai membaca sebuah kitab dengan disimak para santri. Adakalanya santri tersebut memberikan makna gandul pada teks-teks kitab jika perlu. Metode ini tidak diketahui secara pasti siapa pencetus pertama kali. Yang jelas aksara pegon yang menjadi syarat mutlak pengajian khas pesantren salaf pertama kali dicetuskan oleh Sunan Ampel. Mungkin saja sistem pengajaran seperti di atas juga merupakan gagasan beliau. Masih ada banyak hal-hal yang menjadi ciri khas pesantren salaf di Indonesia. Jika kubeberkan semua disini tentu akan memakan banyak ruang. Maka kucukupkan dulu sampe di sini.

Semua hal tentunya terdapat kekurangan dan keunggulannya. Begitu pula Lirboyo. Sikap masa bodoh dan susah berubah menjadi kendala berkembangnya teknologi di pesantren ini. Biasanya para santri memang cuek dengan perkembangan zaman sih. Tak jarang ada yang belum mengenal komputer bahkan televisi (ups bukan maksud merendahkan loh). Akan tetapi begitu tahu sedikit saja tentang hal-hal yang berbau luar pesantren, seorang santri dengan mudahnya mengecap dirinya sebagai orang yang paling…. (pokoknya paling). Sikap masa bodoh ini juga kadang merembet ke manajemen yang diterapkan dalam pesantren. Kadang menganggap enteng keteraturan organisasi, gak on time, dll. Di dunia ini memang tidak ada sesuatu yang sempurna sih.

Keunggulan Lirboyo dan pesantren-pesantren salaf lainnya yang tersebar seantreo nusantara adalah dapat memegang teguh amanah para penyebar Islam di nusantra. Prinsip, aqidah, pedoman dan ajaran mereka sangat terjamin sanadnya muttashil hingga Rasulullah. Walaupun kadang cuek dan terkesan ada apanya, eh apa adanya tapi di dalam jiwa dan dirinya Islam, aqidah, syari`at, dan akhlaknya sangat terjaga. Kebanyakan santri tidak mau memperlihatkan jati dirinya yang asli, hanya luarnya yang cuek yang kelihatan. Jadi santri di mata orang-orang kesannya adalah orang udik yang mudah disuruh-suruh. Padahal jiwa mulia yang diterangi ilmu-ilmu khasnya terpatri dalam hatinya. Istilah kerennya tawadlu`.

Dari sekian banyak huruf yang tertata di atas kita dapat menyimpulkan betapa kayanya khazanah Islam di Indonesia. Pesantren, yang sebagai pusat penyebaran islam sangat beragam jenisnya. Tinggal menyesuaikan kemauan, keyakinan, dan tekad kita mana yang dapat mengantarkan kita menuju ridho Sang Pencipta. Modern atau Salafkah? Kembali ke diri kita masing-masing.

Wallahu A`lam.

Batur, 12 maret 2009